Rabu, 30 April 2014

IMAN ITU BUKAN PERCAYA


Sejarah Islam di dunia & berbagai aliran bermunculan Paska wafat nya Sahabat Ali bin abi thalib. Tulisan ini bisa dijadikan bahan studi banding atas berbagai kejadian di-dunia islam sekarang (khususnya di RI). Kita mulai dari “IMAN secara umum” sebagai pintu masuk sebenarnya ada apa dengan Istilah Iman berkaitan dengan Sejarah Islam (Quran)?

Begitu mendengar istilah “IMAN” maka massal manusia dalam kehidupan abad ke-21 menganggap “IMAN ialah percaya”. Untuk membuktikan konstatering tersebut diatas maka pertama-tama kita petik tanggapan Yahudi dan Nasrani yang menganggap “ Iman itulah percaya…..”
-1). Selanjutnya untuk lingkungan Islamisme, khususnya di Indonesia, kita petik tanggapan Doctor Hamka yang juga menganggap “Iman……berarti percaya, dan Islam yang berarti menyerah dengan segala senang hati dan rela, timbulnya ialah setelah akal itu sendiri sampai pada ujung perjalanan yang masih dapat dijalaninya. Oleh sebab itu maka bertambah tinggi perjalanan akal, bertambah banyak alat pengetahuan yang dipakai, pada akhirnya bertambah tinggi pulalah martabat Iman dan Islam seseorang”
-2). “Maka kalimat Iman dan Islam, percaya dan menyerah, adalah dua kalimat yang tidak bercerai selama-lamanya”
-3). “Perpaduan yang tidak terpisah diantara kepercayaan dan penyerahan, diantara “Aqidah dan Ibadah”, diantara pengakuan hati dan perbuatan, itulah agama yang sewajarnya. Maka agama itulah yang dinamai Agama Islam”
-4). Seterusnya kita petik lagi tanggapan M.Hasbi Ash Shiddiqi yang juga menganggap “Iman ialah: Engkau ber-iman (membenarkan
dengan lidah dan hati) akan Allah, akan Malaikat, akan berjumpa dengan Allah, akan Rasul-rasul-Nya dan akan bangkit”
-5). “Iman itu mempercayai (mengetahui) akan ke-Tuhanan-Nya Allah dan tempatnya (Iman) didalam dada, yakni hati itu. Ma’rifat itu mengetahui Allah akan segala sifat-sifatnya. Tempatnya (ma’rifat) didalam lubuk hati, yakni didalam Fuad. Tauhid itu, mengetahui Allah (Meyakini Allah) dengan ke-Esaan-Nya. Tempatnya didalam lubuk fuad; dan itulah yang dinamai ‘SIRR’ (rahasia)”
-6). Selanjutnya M.Hasbi As Shiddiqi membikin perincian “Tauhid.......

Demikianlah telah kita petik kenyataan tanggapan di Indonesia dalam abad ke-21 ini yang menganggap “Iman ………. Berarti Percaya”, disamping mempunyai Paralelisasi dengan pendirian Yahudi dan Nasrani yang juga menganggap “Iman itulah Percaya….”, maka yang demikian itu adalah pengaruh langsung dari tanggapan Arab tentang istilah “Iman” yang terkandung didalam Al Quran menurut Sunnah Rasul, sebagai pembuktian maka dibawah ini kita petik tanggapan Syekh Muhammad Abduh, yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia-11), demikian “……..bahwa Iman ialah, keyakinan dalam kepercayaan kepada Allah, kepada Rasul-Nya dan kepada hari yang akhir, tanpa terikat oleh suatu apapun, kecuali harus menghormati apa-apa yang telah disampaikan dengan perantaraan lisan para Rasul Tuhan-12)”. 

“Tauhid adalah satu Ilmu yang membahas tentang “Wujud Allah”, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali Wajib dilenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan ke-Rasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka”-13). Maka yang demikian menjadi jelas bahwa ilmu Tauhid membikin wujud Allah menjadi sasaran atau objek Study-nya!. “Ilmu Tauhid itu dinamakan orang ‘Ilmu Kalam’, ialah karena dalam memberikan dalil tentang pokok (usul) agama, ia lebih menyerupai logika (mantiq) sebagaimana yang biasa dilalui oleh para ahli pikir dalam menjalankan seluk-beluk hujjah tentang pendiriannya”-14). “…… dinamakan juga ia Ilmu Kalam ialah karena adakalanya masalah yang paling masyhur dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat diantara Ulama-ulama kurun pertama yaitu : Apakah ‘Kalam Allah’ (Wahyu) yang dibacakan itu ‘baharu’-15) atau ‘Kadim’-16). Dan adakalanya pula, karena Ilmu Tauhid itu dibina oleh dalil akal (ratio) –17), dimana bekasnya nyata kelihatan dari perkataan setiap para ahli yang turut berbicara tentang ilmu itu”-18).
“Awal ………………

1). Arti Kata.

اَلاِيْمَانُ عَقْدٌ بِا لْقَلْبِ وَ اِقْرَارٌ بِا لِّسَانِ وَعَمَلٌ بِا لاَرْكَانِ
Artinya : “Iman ialah tambatan hati yang menggema ke dalam seluruh ucapan dan menjelma ke dalam segenap laku perbuatan”. (H.R Ibnu Majah )


اَلاِيْمَانُ تَصْدِيْقُ بِالْجِنَانِ وَاِقْرَارٌبِالِِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالاَرْكَانِ (رَوَاهُ البُخَارِى)
Artinya : “Membenarkan dalam hati yang menggema menjadi ucapan dan menjelma menjadi laku perbuatan”. (H.R Bukhari)

Lagipula, Perkataan “Iman” adalah mashdar dari kata kerja ٰامَنَ = kata kerja telah, يُؤْمِنُ = kata kerja lagi/akan, مُؤْمِنٌ = kata pelaku. Dan untuk sementara kita artikan “Iman” saja. Dengan demikian maka “aamana” = telah ber-Iman, “yukminu” = lagi/akan ber-Iman, “Mukminun” = yang ber-Iman.

Hadits Ibnu Majah dan Bukhari di atas sudah memberikan kita bukti konkrit – sekonkritnya, bahwa ruang lingkup Iman itu mencakup tiga aspek kehidupan manusia, yaitu meliputi 1). Seluruh isi hati, 2). Seluruh ucapan dan 3). Segenap laku perbuatan.

2). Ruang Lingkup Iman.

Hadits Ibnu Majah, riwayat Thabarani dan Bukhari-Muslim diatas sudah membuktikan bahwa ruang lingkup “Iman” mencakup tiga aspek kehidupan manusia, yaitu meliputi seluruh isi hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan. Ketiga-tiga aspek tersebut yaitu isi atau ketetapan hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan adalah satu kebulatan hidup manusia dalam arti Kebudayaan dan peradaban-47). Untuk lebih ringkas dan tajam maka masalah bagian isi hati dan ucapan yang memberi dan menyatakan penilaian dan pandangan, misalnya Matahari berputar tetap pada sumbunya ………..-48) dsb., kita simpulkan menjadi Pandangan Hidup; dan bagian isi hati dan ucapan yang mengenai dan mencakup seluruh laku-perbuatan manusia kita simpulkan menjadi sikap hidup. Dengan demikian maka Hadits tersebut diatas, untuk lebih singkat dan mendekati hakikinya, kita terjemahkan menjadi “Iman ialah pandangan dan sikap hidup”-49).

Ketiga aspek tadi yaitu isi atau ketetapan hati, seluruh ucapan dan segenap laku perbuatan adalah satu kebulatan hidup manusia dalam arti kebudayaan dan peradaban menurut aturan-NYA.

Agar membahasnya lebih ringkas dan tajam, masalah bagian isi hati dan ucapan yang memberi dan menyatakan pernilaian dan pandangan, misalnya “Matahari berputar tetap pada sumbunya – surat Yasin ayat 38, dsb. kita simpulkan menjadi pandangan hidup; dan bagian isi hati dan ucapan yang mengenai dan mencakup seluruh laku perbuatan manusia kita simpulkan menjadi sikap hidup. Dengan demikian maka hadits di atas, untuk lebih singkat dan mendekati hakikinya, kita terjemahkan menjadi Iman ialah Pandangan dan Sikap Hidup. 



Analogi tata cara membuat KUE
 
Hampir disepanjang hidup kita, membicarakan tentang teori resep cara membuat kue, dengan kawan” kita dan keluarga kita. Di dapur kita mempersiapkan segala peralatan dan bahan” yang diperlukan untuk membuat kue tersebut. Sampai disini uraian ini adalah baru sampai kepada batasan TEORI.

Kemudian kita sampai kepada tahapan bersibuk diri membuat dan mencampur adonan dengan bahan” yang ada kemudian kita masukan ke dalam oven, dan kemudian dengan segala susah payah kita, jadilah sebuah kue yang siap di santap oleh keluarga kita. Inilah PRAKTEK, hasil konkrit dari TEORI.

Hampir disepanjang hidup kita, membicarakan tentang teori agama, membahas dan membicarakan teknis” membentuk sebuah tatanan kehidupan jannah dgn kawan” dan keluarga kita. Melalui shalat Tahajud dan 5 waktu kita mempersiapkan diri melakukan pembinaan” konsep membentuk sebuah tatanan jannah sehingga dengan harapan bisa bertautan dan berkonsultasi dialogis qalbu dengan dimensi malaikat. Sampai disini kebanggaan pemahaman kita akan ilmu” ini baru sampai kepada batasan yang disebut TEORI.

Sudah kah kita melakukan PRAKTEK yg notabene adalah hasil konkrit dari pemahaman TEORI?

Satu pertanyaan yang menggelitik..apa jadi nya apabila kita ber TEORI pun salah mengambil tertib TEORI tersebut? Apalagi TEORI yang campur aduk tidak jelas dan tidak memenuhi empat (4) kaidah ilmiah:
1. Metodologi/sudut pandang dari siapa untuk apa/siapa (QS 10 : 5).
2. Sistimatika (QS an Nur 24: 1, QS Al Ankabut 29 : 49).
3. Analitika (QS Az Zumar 39: 69, 70).
4. Objektifika (QS Ali Imran 3: 60).

__________________

46).Berbeda dengan riwayat Ibnu Majah (aqdun bilqolbi) maka riwayat Thabrany mempergunakan matan, sedangkan Bukhari-Muslim mempergunakan
47). Bandingkan Bowman, Sosiology Pengertian dan Masalah, hal ……
Ruang Lingkup “Iman ialah pandangan dan sikap hidup” ini, dengan perkataan lain, oleh Surat Baqarah ayat 165 merumuskan demikian :
Artinya : “Dan sebagian manusia adalah orang yang memperlakukan ajaran selain dari Allah (selain Al-Quran msR-NYA) menjadi pembina pandangan dan sikap hidupnya. Mereka mencintai yang demikian itu seperti mencintai ajaran Allah msR-Nya. Tetapi yang benar-benar ber-IMAN (hidup berpandangan dan bersikap dengan Al Quran msR-NYA) adalah sangat rindu untuk hidup dengan ajaran Allah msR-NYA. Dan jikalaulah yang berlaku Dzulumat msS itu sudi melihat (dengan pandangan al Quran msR) niscaya pada saat itu akan melihat laku perbuatan Dzulumat msS Satu siksa nestapa. Bahwa sebenarnya kekuatan hidup tangguh itu adalah dengan ajaran Allah msR-NYA secara bulat. Dan Allah dengan pembuktian al Quran msR-NYA adalah pembalas kehidupan sangat jahat atas pilihan Dzulumat msS biadab”.

Dengan demikian maka istilah “Iman ialah pandangan dan sikap hidup” sama dengan “sangat rindu untuk hidup” atau “dipuncak kerinduan” atau dilambung cinta/ rindu untuk hidup dengan ajaran Allah (Al Quran) msR-NYA. Dan sebagai perbandingan, guna memperoleh satu penghayatan yang kongkrit, ambil saja contoh: sepasang Pemuda dan Pemudi (atau masing-masing kita sendiri yang sudah berumah tangga, selagi dalam proses berumah tangga), yang sedang dilanda asmara atau dilambung cinta, yaitu ingin hidup berumah tangga yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal yang demikian kadang-kadang juga disebut “mabuk asmara” atau “gila asmara/ cinta”. Tetapi dimaksud yang terakhir ini pasti bukan gila yang mengandung arti sakit saraf. Demikianlah konsekwensinya jikalau kata kerja,” aamana ,yu’minu , iimaanan , mu’minun ” pembentukan bentuk katanya adalah alternatif dari Isim (Kata Benda) yaitu menurut Hadits yang kita sitir diatas. Dan hal ini pasti akan bertolak belakang terhadap alternatif pembentukannya dari kata kerja Tiga Huruf Pokok.
Sudah……....

----------------------------

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang berpandangan dan bersikap hidup kepada Allah menurut Sunnah Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar – benar beriman”. (Q.S al-Hujurat [49] :15)


Sampe disini Clear and Clean kan ? sekali lagi ditegaskan, Iman itu bukan percaya, tetapi Pandangan dan Sikap Hidup. Tentunya Pandangan dan Sikap Hidup menurut mau-NYA. Right ?