Fenomena yang menakutkan yang terjadi dalam berbagai gerakan Islam,
termasuk yang menganut aliran tasawuf dan salafi. Pro-kontra kekeliruan
gerakan Islam, penyimpangan pemberhalaan pemikiran dan praktek dalam gerakan Islam, bahwa penyimpangan tersebut sudah mengarah kepada "pemberhalaan", sehingga mengalahkan ALQURAN.
Orang yang menyaksikan hiruk pikuk politik dan media menduga gerakan
Islam sekarang sangat luar biasa dan mengalami kemajuan dalam percaturan
peradaban. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya.
Sudah
menjadi kebiasaan dikalangan para aktifis gerakan Islam diseluruh
dunia, apalagi di Indonesia, mereka tidak siap untuk di kritik. Setiap
ada kritik pasti ada saja pembelaan yang membabi buta dari para
pendukung serta qiyadahnya, kendati apa yang dikritik itu terang
benderang seperti melihat matahari di siang hari dan yang melakukan
kritik itu adalah orang yang bertahun-tahun hidup di dalam gerakan
tersebut.
Gerakan Islam Telah Menyimpang dari Tujuannya
Semua
gerakan Islam sekarang mengalami setback di banding dengan sebelumnya.
Kemundurannya sangat jauh. Bahkan telah gagal total dalam memelihara
kedudukan strategisnya yang telah diraihnya dengan manhaj tarbiyah dan
khitab (komunikasi) dakwah dan ilmu. Sesungguhnya gerakan Islam saat
ini telah kehilangan semua itu dan bahkan terusir dengan hina dari jati
diri gerakan Islam itu sendiri. Kemunculannya sangat telanjang dan
mudah dibaca oleh musuh-musuh ideoligisnya, sehingga mudah dilecut
dengan cemeti yang akan membuat shaf-shafnya berantakan, tanpa sampai
ke target-target dasarnya. Sungguh gerakan Islam telah ditusuk oleh pisau-pisau hawa nafsu (syahwat dunia) dan juga oleh pisau-pisau musuh sehinga terluka parah. (QS 5: 49. dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut ALQURAN/apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka..)
Gerakan
Islam sesungguhnya sedang mengalami krisis yang luar biasa. Sebab
utamanya tak lain ialah karena tidak memiliki kemampuan menunaikan
tugas dan fungsi yang sebenarnya dan menegakkan risalah rabbaniyah di
mana hal tersebutlah yang mendasari berdirinya, menjadi syarat
kelahirannya sehingga mendapatkan dukungan yang luar biasa di awal-awal
kelahirannya.
Pemberhalaan Manhaj
Orientasi
gerakan Islam dengan nyata jatuh ke dalam 'syirik khafi' (syirik
tersembunyi) atau apa yang ia namakan dengan "pemberhalaan manhaj" Yang
demikian itu terjadi karena gerakan Islam dalam memilih strategi
besarnya terjadi penyimpangan. Penyimpangan tersebutlah yang
akan menghambat gerakan Islam itu sendiri untuk berada selalu di jalan
orisinilitasnya sehingga berbagai bentuk dan formalitas organisasi
(tanzhim) telah menjadi dinding penghambat untuk tidak mampu lagi
melihat target atau tujuan 'iqamatuddin' (menegakkan Islam), dalam diri dan dalam masyarakat.
Bentuk
pemberhalaan yang sudah menyatu dengan kuat dalam pemikiran para
aktivis Islam dan dalam praktek organisasi mereka. Hasilnya ialah, hati
mereka sangat terpaut dengannya baik dalam keadaan harap dan cemas,
mensucikannya sehingga dijadikan thaghut dan berhala yang membatasi
hati dari ikhlasuddin lillah (ikhlas dalam menjalankan Islam yang
bersumber dari Allah). (QS 2: 165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…)
Macam-macam pemberhalaan :
Pemberhalaan Pilihan Politik.
Pemberhalaan Pemilihan Perkumpulan
Pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin
Pemberhalaan Mekanisme Organisasi
Pemberhalaan Mazhab
Pemberhalaan Pilihan Politik.
Kesalahan terbesar yang dilakukan gerakan Islam ialah partai politik,
atau lebih tepatnya mempolitisasi partai politik. Dengan partai
politik seperti itu, para aktivis gerakan Islam beraktivitas dalam
dunia syak (keraguan), di mana sebelumnya mereka bekerja dan
beraktivitas dalam keyakinan.
Dulu, sebelum berpartai, mereka
lebih dekat ke ikhlas dalam beramal. Namun sekarang amal Islami sudah
tercampur baur (keikhlasan dengan riya'). Dengan demikian, mereka
berpindah dari maqashidusy-syar'i (tujuan-tujuan syariah) kepada
maqashidul 'adat (tujuan-tujuan adat istiadat). Lalu, masuklah ke dalam
partai mereka orang-orang yang tidak jelas, persis seperti yang Allah
katakan, "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah
dengan berada di tepi (tidak yakin), maka jika ia memperoleh kebajikan,
tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana,
berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS.al-Hajj 22:11).
Sesungguhnya
menjadikan partai dalam amal Islami (versi partai politik sekarang),
mirip dengan cerita Bani Israil menjadikan anak lembu sebagai sembahan.
Sesungguhnya amal Islami, sumbangan pertamanya adalah generasi yang
membawa kebaikan dan keberkahan. Kemudian, muncullah partai politik.
Lalu partai politik itu menghancurkan semua sumbangan itu sebagaimana
yang dilakukan Samiri (pengikut nabi Musa) menghancurkan semua asset
keimanan Bani Israil, saat ditinggalkan Musa as.
Pemberhalaan
partai seperti itu, telah menciptakan kebanyakan aktivis gerakan Islam
sibuk dengan persoalan duniawi saja, kemudian mereka menjadikan
persolan tersebut menjadi persolan mereka sendiri, dengan alasan
'jatah' atau mereka berhak untuk itu. Masalah partai politik gerakan
Islam itu sangat tajam sebagaimana yang dikatakan: Aktivis gerakan Islam telah terjebak masuk ke dalam komunikasi materialis yang dijadikan sebagai hal yang utama.
Mereka
menganalisa krisis ekonomi, masalah pengangguran, atau perlawanan
politik terhadap kejahatan Yahudi (di Palestina ) dan sebagian
fanatikus Nashrani, atau dari kaum Zindiq yang datang dari kalangan
Muslim sendiri melalui demonstrasi-demonstrasi. Pada sore harinya
mereka pulang dalam keadaan selamat dan dengan hati yang tenang karena
(meyakini) mereka sudah berhasil melakukan sebuah perjuangan yang akan
memberi syafaat bagi mereka nanti di hadapan Allah.
Sesungguhnya
gerakan Islam telah gagal total baik dalam tinjauan syar'i maupun
siyasi. Hal itu disebabkan karena mereka ingin memetik buah sebelum
matang. Sebab itu mereka menelan pahitnya buah yang belum matang itu.
Sebagai alternatif partai politik, gerakan Islam bisa sampai ke tujuan
politiknya yang afdhal tanpa harus melalui media partai, yakni melalui
aktivitas dakwah yang komprehensif.
Dengan demikian, gerakan
Islam akan muncul dengan tokoh-tokoh dan pemikiran yang dilahirkannya
di tengah-tengah masyarakat dalam semua lapangan kehidupan dan tersebar
di berbagai sector (4 sektor, QS 2:260). Dari masjid
sampai ke pabrik, kemudian ke manajemen (pemerintahan). Dari
pendidikan, media sampai ke ekonomi. Bahkan dengan demikian, gerakan
Islam memungkinkan untuk mensuplai berbagai partai politik dengan SDM
handalnya sehingga memungkinkannya untuk menawarkan program politiknya,
tanpa harus tergelincir ke syirik konsumtif parsialisasi bagi
kekuatannya.
Pemberhalaan Pemilihan Perkumpulan
Gerakan
Islam memasuki eksperimen perkumpulan tanpa persiapan dan tanpa
filterisasi. Dengan modal akhlak dan sedikit pengetahuan agama, para
aktivis gerakan Islam tercampur aduk dgn gelombang aktivitas yang masih menggunakan bahasa percaturan kelas sosial, seperti
slogan-slogan Marxsisme dalam pemikiran ekonomi dan teori-teori
Sosialisme dalam menangani persoalan dunia kerja dan buruh. Gerakan
Islam terlibat menyalakan api pemogokan bekerja – dengan meniru cara
organisasi-organisasi Marxsisme dan partai-partai oportunis – untuk
melakukan tekanan politik terhadap lembaga-lembaga tertentu untuk
meloloskan agenda-agenda lain yang sama sekali tidak ada kaitannya
dengan perbaikan kerja dan buruh.
Dengan demikian, disadari
atau tidak, gerakan Islam bersaham dalam mentarbiyah para anggotanya
untuk berbohong dan menipu, su'ul akhlak (akhlak buruk) dalam berdebat
dan berdiskusi. Sebagai gerakan Islam tidak pantas berlomba dengan
kelompok kiri dalam menuju kehancuran dan amoral. Demikian pula halnya
dengan perkumpulan mahasiswa yang disetir gerakan Islam.
Pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin
Sesungguhnya
fenomena pemberhalaan Qiyadah itu hampir terjadi di semua gerakan
Islam, baik yang menamakan dirinya gerakan Islam maupun tidak. fenomena
pemberhalaan Qiyadah/Pemimpin itu terjadi setelah kehilangan Qiyadah yang berilmu, konsisten dengan risalah Rabbaniyah (Alquran sbg misi Allah)
dan smart. Lalu, tokoh yang kurang ilmunya dalam memimpin amal Islam
ini sejak dari yang tertinggi, menengah sampai ke tingkat paling bawah.
Hal tersebut menyebabkan munculnya pemberhalaan para Qiyadah sehingga
petunjuk jalan harakah (amal dakwah) hanya berdasarkan kecenderungan dan karakter mereka, bukan berdasarkan kaedah-kaedah Ilmu dan skala prioritas syar'iyyah.
(Sering kita melihat di lapangan mereka mengatakan : ini sudah berdasarkan skala prioritas, namun yang menentukan prioritasnya adalah akal hawa nafsu mereka, bukan Islam/Alquran yang menentukannya).
Di antara fenomenanya, egoistik (arogansi) organisasi dalam jamaah
gerakan Islam semakin membesar dan pada waktu yang sama terjadi
pengagungan individu (dan pemasungan pemikiran besar –meminjam istilah
DR. Qardhawi– dan pembunuhan karakter anggota yang kritis dan berfikir
sehat).
Pemberhalaan Mekanisme Organisasi
Dengan
mekanisme organisasi ialah uslub manajemen organisasi yang dijadikan
sandaran pembentukan struktur organisasi dalam memenej amal Islami dan
menjalankannya. Mekanisme organisasi ini tengah menghadapi problem
kepartaian (meniru gaya partai umumnya) sehingga menyebabkan keputusan
internal mencekik leher dan tidak memberi peluang sama sekali kepada
para anggota untuk bernafas di luar partainya. Apa yang dinamakan
dengan "Pemberhalaan Syahwat Demokrasi" di mana problem gerakan Islam ialah ketika meletakkan demokrasi dengan berbagai mekanismenya pada tempat yang keliru, seperti pemilihan
tokohnya yang akan menjadi anggota legislatif melalui suara masyarakat
awam dan juga posisi strategis lainnya seperti Islamisasi sistem dan
pengarahan manhaj Islam lainnya dengan syarat-syarat demokrasi, bukan
dengan syarat-syarat syari'at Allah. Hal tersebut membuka peluang orang-orang bodoh nan licik untuk maju dan terbuangnya orang-orang yang faqih dan bijak.
Sebagai solusinya, “sistem fitrah" yang
terlepas dari tingkatan-tingkatan formal dan gelar/pangkat yang tidak
mungkin membuka peluang bagi para penjilat dan pak turut. Tidak ada
pula tempat bagi sosok 'patung' dan 'berhala'. Kemudian, semua
keputusan terkait susunan struktur diambil berdasarkan keahlian
(profesionalisme).
Pemberhalaan Mazhab
Mazhab gagal menjalankan proyek perbaikan, sikap ghuluw (berlebihan) dalam merealisasikan persoalan 'aqidah. Membesar-besarkan
bentuk-bentuk formal sehingga tampilan luar telah menjadi standar
mendasar bagi keselamatan agama pada kebanyakan mereka, yakni yang tercermin dalam hubungan materi yang disyaratkan oleh sebagian negara bagian Timur (Arab).
Risalah Untuk Gerakan Islam
Tidakkah
datang masanya bagi gerakan Islam untuk hanya berkiblat kepada Allah
dengan ILMU nya ALQURAN, berpegang teguh pada Kitab-Nya, menghancurkan
patung-patungnya, melepaskan belenggu-belenggunya dan meniti jalan
Al-Qur'an? Apakah gerakan Islam siap kembali kepada keikhlasan
ibadahnya, kebaikan manhajnya, dan ketersebaran dakwahnya?
Apakah
komunikasinya akan kembali kepada penerapan risalah Al-Qur'an, akhlak
Al-Qur'an dan prioritas menurut Al-Qur'an? Kemudian, apakah kalangan
aktifis gerakan Islam, kepada keikhlasan beragamanya, mengenalkan
manusia kepada Rabb mereka dan meninggalkan semangat perpecahan dan
kemunafikannya? Kemudian, apakah kalangan aktifis gerakan Islam akan
kembali kepada sumber minuman aslinya, keindahan sifatnya, meninggalkan
sifat berlebihannya serta memperbaiki tingkatan keilmuannya dan
kondisinya dan menampikan semua itu berdasarkan kaedah-kaedah ilmu dan
timbangan Al-Qur'an dan Assunnah?
-----------------------------------------------------------------------
Banyak
orang saat ini mengira bahwa menyembah berhala identik dengan
menyembah patung-patung, batu atau ukiran tangan manusia, sama seperti
pada zaman bangsa Israel dahulu. Berhala-berhala seperti itu memang
masih ada, tetapi saat ini terdapat banyak sekali bentuk-bentuk berhala
modern yang sudah bersalin rupa atau berevolusi dari bentuk-bentuk yang
lama, tetapi prinsip-prinsip berhalanya masih tetap sama.
Berhala
bukan sekedar jasad bentuk nyata patung, tetapi mindset yg sudah
tertanam dalam pemikiran kita, apapun yang kita yakini/sembah atau
gunakan sebagai pengganti aturan Allah/Alquran, entah itu makna yg
terkandung dari patung itu, atau hasil karya pemikiran kita yang kita
ikuti dan idolakan.
Dalam zaman modern
ini tanpa kita sadari, banyak hal telah menjadi idola atau berhala
kita. Berhala modern kita adalah hal yang kita gunakan sebagai
prioritas hidup kita, sebagai sandaran keselamatan, ketergantungan, dan
kebanggaan hidup kita.
Beberapa dari berhala-berhala modern yang kita saksikan saat ini adalah:
Kecintaan
mazhab”, firqah”, partai” islam, dan materi. Mereka dianggap
segala-galanya yang dapat memberikan kesejahteraan, ketentraman,
kenikmatan atau kekuasaan, yang membuat banyak orang bersedia
mengorbankan apapun seperti mengorbankan keluarga.
Berhala
zaman modern yang lain adalah menonton televisi, bermain video game,
internet dan ber-Hp. Jutaan orang di seluruh dunia menghabiskan waktu
berjam-jam setiap hari untuk menonton televisi, bermain game,
berinternet dan menggunakan Hp. Memori otak kita habis diisi dengan
tayangan” yang tidak berguna. Televisi, saat ini sudah menjadi berhala
atau idol yang memberitahukan kita berbagai informasi, apa yang harus
kita dengar, apa yang kita makan dan minum, dan nilai-nilai apa yang
harus kita ikuti dan yakini melalui berbagai siaran-siarannya. Televisi
mengontrol kita melalui berita-berita yang sudah disaring berdasarkan
versi mereka, melalui film-film dengan nilai-nilai yang sering berbeda
dengan yang kita yakini, dan iklan-iklan yang menjejali kita dengan
dorongan untuk konsumerisme. Televisi seperti nabi-nabi palsu modern, memiliki pengaruh yang sangat besar, karena bersifat mengontrol pikiran kita.
Pikiran manusia merupakan pintu gerbang untuk mulai melupakan kaidah”
Alquran. Ketika Iblis menjebak manusia pertama di system Jannah, ia
mulai dengan menimbulkan keraguan dalam hati manusia dan pikiran adalah
pintu masuk ke dalam hati manusia. Jadi kalau kita tidak mampu
mengontrol apa yang masuk kedalam pikiran kita melalui apa yang kita
lihat dan dengar melalui televisi ataupun media lainnya, maka cepat atau
lambat kita mulai mengadopsi keyakinan baru dan melupakan esensi ILMU
ALLAH yg sesungguhnya.
Internet dan Hp juga
menjadi sumber pelarian banyak orang. Banyak orang menghabiskan waktu
berjam-jam untuk bermain internet, chatting, dengan berbagai media
jejaring sosial seperti facebook, twitter, atau blackberry. Internet
sering menjadi pelarian untuk pornografi, video game kekerasan,
praktek-praktek pedukunan, hipnotis, atau ajaran-ajaran radikal yang
menyesatkan. Akses terhadap internet saat ini menjadi makin mudah
dengan berbagai peralatan mobile yang memungkinkan orang dari mana saja
dan kapan saja mengakses internet.
Musik juga
dapat menjadi berhala modern saat ini. Banyak musik membuat anak-anak
muda menjadi lupa diri. Musik sebagai tempat pelarian bila merasa
frustasi, patah hati, marah, dsb. Kita sering membuka diri kita,
pikiran, hati dan jiwa kita kepada musik tanpa sadar bahwa musik
tersebut dapat menyesatkan kita. Banyak sekali lirik musik dan irama
musik yang bisa membutakan hati kita, atau mendorong kita untuk meyakini
nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kaidah Islam.
Mengidolakan
manusia. Sering tanpa kita sadar kita mengidolakan manusia melampaui
Allah. Contoh-contoh yang sering kita saksikan adalah mengidolakan
Rasul SAW secara berlebihan, penyanyi, artis, pemimpin negara, alim
ulama, guru pujaan mereka. Begitu kuat idola itu bagi seseorang
sehingga ada yang bersedia mengorbankan apa saja demi sang pujaannya.
Manipulasi mistis dapat menjadi sebuah kualitas spesial dalam
kultus-kultus tersebut karena manusia yg sebagai pemimpinnya menjadi perantara untuk dapat memahami ILMU” ALLAH, ALQURAN.
Prinsip-prinsip yang berpusat pada Alquran dapat dimasukkan dengan
paksa dan diklaim secara eksklusif sehingga kultus dan keyakinannya
menjadi satu-satunya jalan yang benar menuju keselamatan.
Kekuasaan.
Kekuasaan sering menjadi berhala yang menggiurkan melampaui kehausan
akan uang. Orang bisa memiliki uang tetapi masih merasa haus akan
kekuasaan karena kekuasaan memberikan perasaan berkuasa atas orang
lain, atau atas sesuatu. Banyak orang bersedia mengorbankan apa saja
demi meraih kekuasaan. Selain itu, setelah seseorang meraih kekuasaan,
maka kekuasaan itu sendiri dapat merubah seseorang menjadi kejam
seperti Iblis yang membinasakan jutaan orang serta menghujat aturan”
Allah/Alquran.
Alquran adalah pemberi segala
sesuatu. Ia adalah jaminan keselamatan dan kebutuhan hidup kita. Karena
itu bila mengikuti Alquran saja itu sudah cukup bagi kita. Bila kita
mencari pemenuhan kebutuhan kita melalui berbagai idol atau berhala,
maka kita tidak akan pernah mendapat kepuasan, yang terjadi adalah kita
menuju kepada kebinasaan. Pelajarilah Alquran, dan itu sudah cukup
bagi kita. Ia akan memuaskan kita dengan segala kebutuhan kita. Ia
bahkan membuat cawan qalbu kita penuh melimpah dengan ILMU” ALLAH,
ALQURAN melalui kampus perkuliahan di FAKULTAS TAHAJUD, disana kita akan dipertemukan dengan sang MAHA DOSEN, JIBRIL. (QS 2:97-98. Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril (tidak bangun malam untuk ratil dan tahajud), maka Jibril itu telah mengajarkan pemahaman Al Quran ke dalam ruh/hatimu…).
Dalam
Islam, Berhala adalah obyek berbentuk makhluk hidup atau benda yang
didewakan, disembah, dipuja dan dibuat oleh tangan manusia. Sesuai
dengan salah satu surah di dalam Al-Qur'an Surah Al-A'raf dan An-Nahl,
yang berbunyi:"Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan)
berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan
berhala-berhala itu sendiri buatan orang." (Al-'A`raf 7:191)"...dan
berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat
sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang."
(An-Nahl 16:20)”
BERHALA ITU BERNAMA NASIONALISME
Ada
sebuah ayat di dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa suatu
masyarakat sengaja menjadikan "berhala" tertentu sebagai perekat
hubungan antara satu individu dengan individu lainnya untuk menuju ridha
Allah. Sedemikian rupa "berhala" itu diagungkan sehingga para anggota
masyarakat yang "menyembahnya" merasakan tumbuhnya semacam
"kasih-sayang" di antara mereka satu sama lain. Suatu bentuk
kasih-sayang yang bersifat artifisial dan temduaporer. Ia bukan
kasih-sayang yang sejati apalagi abadi. Gambaran mengenai berhala
pencipta kasih-sayang palsu ini dijelaskan berkenaan dengan kisah
Nabiyullah Ibrahim ’alaihis-salam, Dan berkata Ibrahim
’alaihis-salam, "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain
Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu
dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu
mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati
sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan
sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun." (QS. Al-Ankabut [29] : 25)
Berhala-berhala
di zaman dahulu adalah berupa patung-patung yang disembah dan
dijadikan sebab bersatunya mereka yang sama2 menyembah berhala patung
itu padahal berhala itu merupakan produk bikinan manusia. Di
zaman modern sekarang "berhala" bisa berupa aneka
isme/ideologi/falsafah/jalan hidup/way of life/sistem hidup/pandangan
hidup produk bikinan manusia. Manusia di zaman sekarang juga "menyembah"
berhala-berhala modern tersebut dan mereka menjadikannya sebagai
"pemersatu" di antara aneka individu dan kelompok di dalam masyarakat.
Berhala modern itu menciptakan semacam persatuan dan kasih-sayang yang
berlaku sebatas kehidupan mereka di dunia saja. Berhala modern itu bisa
memiliki nama yang beraneka-ragam. Tapi apapun namanya, satu hal yang
pasti bahwa ia semua merupakan produk fikiran terbatas manusia. Ia bisa
bernama Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme
atau apapun selain itu.
Semenjak
runtuhnya tatanan kehidupan bermasyarakat ummat Islam, bangsa-bangsa
Muslim di segenap penjuru dunia mulai menjalani kehidupan social
berlandaskan sebuah faham yang sesungguhnya asing bagi mereka. Faham
itu bernama Nasionalisme. Ketika Khilafah Islamiyyah masih tegak dan
menaungi kehidupan sosial ummat, mereka menghayati bahwa hanya aqidah
Islam Laa ilaha illa Allah sajalah yang mempersatukan mereka satu sama
lain. Hanya aqidah inilah yang menyebabkan meleburnya sahabat Abu Bakar
yang Arab dengan Salman yang berasal dari Persia dengan Bilal yang
orang Ethiopia dengan Shuhaib yang berasal dari bangsa Romawi. Mereka
menjalin al-ukhuwwah wal mahabbah (persaudaraan dan kasih sayang) yang
menembus batas-batas suku, bangsa, warna kulit, asal tanah-air dan
bahasa. Dan yang lebih penting lagi bahwa ikatan persatuan dan kesatuan
yang mereka jalin menembus batas dimensi waktu sehingga tidak hanya
berlaku selagi mereka masih di dunia semata, melainkan jauh sampai
kehidupan di akhirat kelak. Mengapa? Karena ikatan mereka berlandaskan perlombaan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Hidup lagi Maha Abadi, ”Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43] : 67)
Orang-orang
beriman tidak ingin menjalin pertemanan yang sebatas akrab di dunia
namun di akhirat kemudian menjadi musuh satu sama lain. Oleh karenanya,
mereka tidak akan pernah mau mengorbankan aqidahnya yang mereka yakini
akan menimbulkan kasih-sayang hakiki dan abadi. Sesaatpun mereka tidak
akan mau menggadaikan aqidahnya dengan faham atau ideologi selainnya.
Sebab aqidah Islam merupakan pemersatu yang datang dan dijamin oleh
Penciptanya pasti akan mewujudkan kehidupan berjamaah sejati dan tidak
bakal mengantarkan kepada perpecahan dan bercerai-berainya jamaah
tersebut, ”Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah dalam jamaah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali-Imran
[3] : 103)
Sewaktu ummat Islam hidup
di bawah naungan tatanan Khilafah Islamiyyah mereka tidak mengenal
bentuk ikatan kehidupan sosial selain Al-Islam. Mereka tidak pernah
membangga-banggakan perbedaan suku dan bangsa satu sama lain.
Betapapun
realitas suku dan bangsa memang tetap wujud, tetapi ia tidak pernah
mengalahkan kuatnya ikatan aqidah di dalam masyarakat. Sedangkan
setelah masing-masing negeri kaum muslimin mengikuti jejak langkah
Republik Turki Modern Sekuler, maka mulailah mereka mengekor kepada
dunia barat yang hidup dengan membanggakan Nasionalisme masing-masing
bangsa. Padahal bangsa-bangsa Barat tidak pernah benar-benar berhasil
membangun soliditas sosial melalui man-made ideology tersebut. Akhirnya
bangsa-bangsa Muslim mulai sibuk mencari-cari identitas
Nasionalisme-nya masing-masing. Mulailah orang Indonesia lebih bangga
dengan ke-Indonesiaannya daripada ke-Islamannya. Bangsa Mesir bangga
dengan ke-Mesirannya. Bangsa Saudi bangga dengan ke-Saudiannya. Bangsa
Turki bangga dengan ke-Turkiannya. Lalu perlahan tapi pasti kebanggaan
akan Islam sebagai perekat hakiki dan abadi kian tahun kian meluntur.
Surah
Al-Ankabut ayat 25, Ia (Ibrahim) ’alaihis-salam berkata kepada mereka
(kaumnya), “Kalian menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan selain
Allah, yang kalian lakukan bukan karena kalian mempercayai dan
meyakini berhaknya berhala-berhala itu untuk disembah. Namun, itu kalian
lakukan karena basa-basi kalian satu sama lain, dan karena keinginan
untuk menjaga hubungan baik kalian satu sama lain, untuk menyembah
berhala ini. Sehingga, seorang teman tak ingin meninggalkan sesembahan
temannya (ketika kebenaran tampak baginya) semata karena untuk menjaga
hubungan baik di antara mereka, dengan mengorbankan kebenaran dan
akidah!”
Hal ini terjadi di tengah masyarakat yang
tak menjadikan akidah dengan serius. Sehingga, mereka saling berusaha
menyenangkan temannya dengan mengorbankan akidahnya, dan melihat
masalah akidah itu sebagai sesuatu yang lebih rendah dibandingkan jika
ia harus kehilangan teman! Ini adalah keseriusan yang benar-benar
serius. Keseriusan yang tak menerima peremehan, santai, atau basa-basi.
Kemudian
Ibrahim’alaihis-salam menyingkapkan kepada mereka lembaran mereka di
akhirat. Hubungan sesama teman yang mereka amat takut jika terganggu
karena akidah, dan yang membuat mereka terpaksa menyembah berhala
karena untuk menjaga hubungan itu, ternyata di akhirat menjadi
permusuhan, saling kecam, dan perpecahan.
”…Kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain)….”
Hari
ketika para pengikut mengingkari orang-orang yang diikutinya,
orang-orang yang dibeking mengkafirkan orang-orang yang membekingnya,
setiap kelompok menuduh temannya sebagai pihak yang menyesatkannya, dan
setiap orang yang sesat melaknat teman yang menyesatkannya!
Kemudian kekafiran dan saling melaknat itu tak bermanfaat sama sekali, serta tak dapat menghalangi azab bagi siapapun.
”…Dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”
Saudaraku,
marilah kita tinggalkan segala bentuk “berhala modern” yang sadar
ataupun tidak selama ini kita “sembah”. Kita jadikan faham selain Islam
sebagai sebuah perekat antara satu sama lain, padahal persatuan dan
kasih-sayang yang dihasilkannya hanya bersifat fatamorgana. Marilah
hanya AL-ISLAM yang kita jadikan "faktor pemersatu" yang pasti terjamin
akan mempersatukan kita di dunia dan di akhirat. Al-Islam bukan produk
manusia melainkan produk Allah dengan ILMU NYA, ALQURAN.
Sedemikian
hebatnya pengaruh Nasionalisme sehingga sebagian orang yang mengaku
berjuang untuk kepentingan ummat-pun takluk di bawah ideologi buatan
manusia yang satu ini. Betapa ironisnya perjuangan para
politisi Islam tatkala mereka rela untuk menunjukkan inkonsistensi-nya
di hadapan seluruh ummat demi meraih penerimaan dari fihak lain yang
jelas-jelas mengusung Nasionalisme. Seolah kelompok yang mengusung
ideologi Islam harus siap mengorbankan apapun demi mendapatkan
keridhaan kelompok yang mengusung Nasionalisme. Seolah memelihara
persatuan dan soliditas berlandaskan Nasionalisme jauh lebih penting
dan utama daripada mewujudkan al-ukhuwwah wal mahabbah (persaudaraan
dan kasih sayang) berlandaskan aqidah Islam.
Sedemikian
dalamnya faham Nasionalisme telah merasuk ke dalam hati sebagian orang
yang mengaku memperjuangkan aspirasi politik Islam sehingga rela
mengatakan bahwa ”Isyu penegakkan Syariat Islam merupakan isyu yang
sudah usang dan tidak relevan.” Tidakkah para politisi ini menyadari
bahwa ucapan mereka seperti ini bisa menyebabkan rontoknya eksistensi
Syahadatain di dalam dirinya? Dengan kata lain ucapannya telah
mengundang virus ke-murtad-an kepada si pengucapnya. Wa na’udzubillahi
min dzaalika.
Sebagian orang berdalih bahwa jika
kita mengusung syiar ”Penegakkan Syariat Islam” lalu bagaimana dengan
nasib orang-orang di luar Islam? Saudaraku, disinilah tugas kita
orang-orang beriman untuk mempromosikan Islam sebagai "faktor
pemersatu" yg bersifat Rahmatan lil ‘aalamiin. Tidakkah terasa aneh
bila "mereka" bisa dan boleh dibiarkan mendikte aneka
isme/ideologi/falsafah/jalan hidup/way of life/sistem hidup/pandangan
hidup produk bikinan manusia kepada kita umat Islam, sedangkan kita
umat Islam tidak mampu —bahkan kadang tidak mau— mempromosikan (baca:
berda’wah) menyebarluaskan ajaran Allah kepada "mereka"?
Dan
Janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu.
Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk
Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada
seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu
percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu." (QS.
Ali-Imran [3] : 73)
Istilah ini sering digunakan untuk
benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan spiritual, atau
semacamnya. Di masa perjuangan Rasulullah, berhala adalah nama yang
digunakan bagi patung-patung sembahan orang-orang Jahiliyyah (bodoh).
Berhala adalah benda pujaan-pujaan kaum Jahiliah karena dianggap
sebagai pemberi manfaat, kebahagiaan dan ketentraman bagi mereka.
Begitulah diagung-agungkan berhala bagi mereka.
Seiring dengan modernnya zaman sekarang ini, semakin modern juga berhala yang kita lihat, kalau
dulu kita mengenal berhala itu seperti patung-patung, sekarang kita
diperkenalkan dengan berhala yang baru, yaitu berhala demokrasi. Berhala yang tak berbentuk, tapi lebih mempengaruhi pemikiran manusia dibandingkan berhala-berhala di masa dulu.
Berhala ini juga menjanjikan kebahagiaan bagi manusia, sehingga
manusia selalu membangga-banggakan demokrasi. Maka tak heran, jika
demokrasi menjadi berhala baru dalam berbangsa dan bernegara.
Lantas
apakah benar, jika demokrasi dijadikan berhala baru dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara kita? Bukankah hal seperti ini menafikan
kekuatan ILMU ALLAH, ALQURAN?
- Umat Islam tidak menggunakan imam/khalifah yang memimpin dan menyatukan mereka, ALQURAN.
- Bangga dengan bangsa/negara/partai/madzab/dll (ashobiyah) yang berlebihan dan lupa akan persaudaraan antar mukmin/muslim
- Lebih senang menggunakan hukum dan undang-undang buatan manusia (demokrasi/liberalisme/nasionalisme/pluralisme/sosialisme/komunisme/kapitalisme dan produk turunannya) dan meninggalkan hukum islam (AlQuran) karena takut disebut fundamental/ekstrim/garis keras dsb
- Aqidah
sudah rusak karena tercampur dengan ajaran
platoisme/yunanisme/helenisme, budaya nenek moyang/leluhur yang
jelas-jelas bukan dari ajaran Alquran.
Sekarang kembali kepada kita sebagai individu. kembali berpegang teguh pada simpul-simpul islam atau memilih kekafiran dengan meninggalkan Alquran. hanya orang berakal saja yang bisa memilih kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar