Sejatinya,
setiap firqah, kelompok, golongan, aliran, dan yang semisalnya, pasti
"merasa paling benar sendiri". Tidak mungkin mereka merasa tidak paling
benar.
Buktinya ?
Mereka begitu fanatic dengan kelompoknya. Mereka membela apapun yang ada pada kelompoknya dengan pembelaan yang luar biasa!! Hingga seolah membutakan mata dan menulikan telinga; sampai mereka tidak perduli meskipun apa yang dijumpai pada kelompoknya penuh dengan penyimpangan, kesyirikan, kebid'ahan, kemaksiatan, khurafat, serta berbagai pelanggaran syariat.
Bagi
setiap pengikut kelompok, kelompoknya merupakan "fixed price", harga
mati yang tidak bisa ditawar lagi. Kelompoknya tetap yang nomer satu.
Kelompoknya tetap yang paling benar, tanpa kesalahan.
Sejatinya, "merasa paling benar sendiri" adalah sah-sah saja. Boleh-boleh saja. Asal berani berani bertanggung jawab atas sikap "merasa paling benar sendiri" tersebut.
Silahkan Anda berteriak ke segenap penjuru dunia, bahwa Anda dan
kelompok Anda adalah yang paling benar. Tapi, pada saat yang sama, Anda
harus bertanggung jawab atas seruan Anda tersebut. Kalau sekedar hanya
mampu berteriak tanpa disertai tanggung jawab, tidak perlulah manusia,
hewan-hewan pun bisa berteriak.
Bagaimanakah tanggungjawab yang dimaksud ???
Yakni, ketika Anda memproklamirkan diri sebagai kelompok yang paling benar, maka silahkan Anda datangkan hujjah, bukti, dalil, burhan, keterangan, syawahid (penguat), bahwa Anda dan kelompok Anda adalah yang paling benar. Sebutkan, mana ayatnya, disertai penjelasan yang obyektif ilmi-ah.
Kalau Anda sanggup menghadirkan dalil dan bukti, pengakuan Anda
diterima. Kalau tidak, mohon maaf, sebaiknya Anda berhenti berteriak
sebelum maut menghentikan teriakan Anda.
Apa yang dimaksud dengan dalil dan bukti kebenaran ???
Yakni, keterangan dari Allah menurut sunnah Rasul-Nya dengan pemahaman obyektif ilmi-ah secara pasti alam dan pasti budaya.
Ini dalil dan bukti yang kita kehendaki. Bukan dalil dan bukti hasil
rekayasa, penipuan, pembodohan, akal-akalan pemikiran sendiri, serta
dominasi hawa nafsu.
Mengapa ???
Karena tolok ukur kebenaran adalah apa yang datang dari Allah yaitu ALQURAN.
"Al-haqqu min Robbika falaa takuunanna minal mumtariin..."
(Kebenaran itu datang dari Rabb-mu, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu).
Inilah
kebenaran yang hakiki. Ia datang dari Allah, yang dipraktekkan menjadi
sunnah Rasul-Nya, Rasulullah mempraktekkannya bersama para Shahabat..
Kebenaran yang sejati tidaklah datang dari para pendiri, pemimpin, serta pembesar kelompok.
Tidak pula datang dari kebiasaan serta warna dan ciri khas kelompok.
Kebenaran datang dari sisi Allah, ALQURAN. Ia datang melalui dalil-dalil
ilmiah dari Kitabullah wa sunnaturrasul dengan pemahaman ayatin
bayinatin yang diberikan oleh dimensi malaikat kepada kalbu-kalbu yang
menginginkannya melalui study/Rattil dan shalat Tahajjud. AlBaqarah ayat
97, Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu
dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Segala
bentuk pemahaman, dari mana dan siapapun datangnya, selama tidak
bersumber dari pemahaman ALQURAN, maka itu bukan kebenaran. Melainkan
sekedar "sumbangan pemikiran", yang bisa diambil dan bisa dibuang.
Diambil bila mencocoki pemahaman ALQURAN. Dibuang bila bertentangan
dengannya.
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) menurut sunnah
Rasul-NYA. jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.
An Nisa: 59)
Ayat ini dengan tegas mengatakan bahwa setiap
perselisihan wajib dikembalikan kepada Allah menurut sunnah Rasul-Nya,
Allah tidak mengatakan; jika kamu berselisih janganlah kamu merasa benar
sendiri, atau kembalikan pada pendapat masing-masing. Akan tetapi Allah
menyuruh untuk mengembalikannya kepada AlQuran wa sunnaturrasul. Maka,
apa saja yang ditetapkan didalam Al Qur'an menurut sunnah Rasul-NYA,
maka itulah kebenaran. Sementara, tidak ada yang lain setelah munculnya
kebenaran, selain kesesatan.
DIAKHIRAT AKAN TAHU SIAPA YANG BENAR..! Ini
sungguh pernyataan yang aneh, kenapa aneh? Kalau kebenaran diketahui
setelah diakhirat terus untuk apa Allah menurunkan Al Qur'an sebagai
pembawa kebenaran, terus untuk apa Allah mengutus para Nabi dan Rasul
sebagai petunjuk dan penyampai Risalah, memangnya setelah tahu kebenaran
diakhirat manusia akan dikembalikan lagi kedunia? Begitu?!
“Hingga
apabila telah datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata,
“Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih terhadap
yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai
hari mereka dibangkitkan.” (Al Mukminun: 99-100)
Bagi seseorang yang benar-benar berniat ingin mencari kebenaran akan sesuatu biasanya ia akan total dan tidak setengah-setengah,
ia akan mencari, membaca, bertanya, berguru, dll. Ia akan mencoba
berpikir keluar dari kerangka pemikirannya selama ini, bahkan kalau
perlu berusaha untuk mencobanya sendiri (berkecipung didalamnya). Ia
akan mencoba merasakan sendiri bagaimana tenggelam, terseret arus, dll,
ia akan mengambil resiko yang terburuk sekalipun untuk tahu kebenaran
akan sesuatu yang dicarinya tersebut.
Sementara itu bagi orang yang hanya mencari pembenaran,
ia akan cenderung melihat sesuatu dari sudut pandangnya sendiri saja,
merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, tidak pernah berkeinginan
untuk menggeser posisinya sedikit saja apalagi beranjak dari tempat
duduknya yang nyaman supaya sudut pandangnya berbeda. Ia menginginkan semua data dan fakta tersaji manis di mejanya, ia ingin orang-oranglah yang datang ke mejanya membawa semua bukti-bukti itu.
Apakah saya sudah menjadi orang yang benar? Belum..! Apakah saya termasuk yang mencari kebenaran? Bisa jadi,
karena dengan bergabung di salah satu kajian yang ada adalah salah satu
cara saya untuk belajar, belajar membaca sudut pandang yang
berbeda-beda dari pemahaman saya selama ini. Banyak informasi, ilmu,
wawasan, dll yang bisa didapat dari sini, tapi cukupkah dijadikan modal untuk mencari kebenaran? Tentu belum cukup,
karena kebenaran yang disampaikan dalam kajian tersebut hanyalah sebuah
pengantar, sebuah kunci pintu yang diserahkan kepada kita, kita sendiri
lah yang harus membuka pintu dan masuk kedalam rumah ILMU, melalui
study (rattil) terhadap ruangan-ruangan yang ada di dalam rumah
tersebut, banyak hal yang harus disaksikan sendiri, dirasakan sendiri dan dibuktikan sendiri melalui RATTIL dan SHALAT TAHAJUD..!
(Untuk
kuliner mania) banyak cerita atau tulisan tentang nikmat, gurih, atau
bahkan rasa gatal-gatal dikulit setelah makan belalang goreng, tapi
nikmat, gurih, gatal-gatalnya belalang goreng itu seperti apakah? Hanya yang pernah memakannya yang tahu rasanya.
Dan apabila sudah pernah memakannya dan kemudian terasa gatal tidak
berarti bisa disimpulkan bahwa semua orang yang makan belalang goreng
pasti gatal-gatal, begitu pula sebaliknya. Tapi kalau kemudian menyimpulkannya hanya berdasarkan suatu pengamatan, dan kebetulan yang diamati setelah makan belalang goreng bikin gatal-gatal dikulit tanpa mau mencobanya sendiri, perdebatan gatal-gatal dan nikmat hanya akan sampai pada titik “menjemukan”,
karena cuma berniat mencari sebuah pembenaran atas pengamatannya, dan
bukan benar-benar berniat ingin mencari sebuah kebenaran tentang rasanya
makan belalang goreng dengan memakannya sendiri. Maka Rattil dan Shalat Tahajud lah agar bisa merasakan manisnya sebuah kebenaran. (Baca catatan/artikel PENGERTIAN RATTIL ALQURAN DAN SHALAT TAHAJJUD, http://qurunkedua.blogspot.com/2014/04/runutan-tehnik-ratil-shalat-tahajud.html ).
Orang
benar, tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar.
Sebaliknya orang yang merasa benar, di dalam pikirannya hanya dirinya
yang paling benar.
Orang benar, bisa menyadari kesalahannya. Sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
Orang
benar, setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati.
Tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu berintrospeksi.
Karena merasa sudah benar, mereka cenderung tinggi hati.
Orang
benar memiliki kelembutan hati. Ia dapat menerima masukan/kritikan dari
siapa saja. Bahkan dari anak kecil sekalipun. Orang yang merasa benar,
hatinya keras. Ia sulit untuk menerima nasihat,masukan apalagi kritikan.
Orang
benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap
penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar, berpikir, berkata dan
berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan
perasaan orang lain.
Pada akhirnya...
Orang
benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang.
Namun orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh
orang-orang yang berpikir sempit, yang sepemikiran dengannya, atau
orang-orang yang sekadar ingin memanfaatkan dirinya.
Kita
ini, termasuk tipe yang manakah? Apakah kita tipe "orang benar" atau
"orang yang merasa benar" ? Mari bersama evaluasi diri. Bila kita sudah
termasuk tipe "orang benar", bertahanlah dan tetap rendah hati. Luar
biasa..!!
ADALAH wajar kalau secara umum tiap
orang merasa pendapatnyalah yang benar, lebih benar atau paling benar.
Hal-hal demikian karena tiap orang punya ego dan super ego. Oleh karena
itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang sengit yang berakhir
dengan permusuhan. Hal ini karena ada yang keliru di dalam mengelola
rasa benar sendiri.
Hampir semua orang disadari atau tak
disadari tak mau menghargai pendapat orang lain. Tanpa mampu mengukur
sendiri apakah pendapatnya lebih benar atau tidak. Itulah sebabnya maka
sering muncul debat kusir yang tak ada manfaatnya.
Di
dalam Surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa salah satu syarat berbeda
pendapat atau berdebat adalah, kedua belah pihak harus orang berilmu.
Berilmu ini dalam arti keduanya harus menguasai ilmu yang sama.
Misalnya, Si A adalah sarjana psikologi, maka Si B juga harus sarjana
psikologi. Jika Si B yang bukan sarjana psikologi lantas berdebat dengan
Si A yang sarjana psikologi, maka hanya akan menimbulkan kekacauan
perdebatan yang tak bermakna
Dalam hal berbeda ilmu, maka
masing-masing pihak harus menjelaskan dari mana sudut pandangnya. Dari
psikologikah, dari agamakah, dari filsafatkah atau dari pandangan
pribadi yang sifatnya sangat subjektif?
Langkah terbaik
bagi Anda yaitu, mengetahui dengan siapa Anda berbicara dan di dalam
kontek ilmu apa dia berbicara. Kalau Anda kurang faham maka lebih
bijaksana Anda bertanya daripada Anda berkata tetapi salah.
Cukup banyak orang menderita “Fir’aunisme”,
sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang merasa benar-lebih
benar dan paling benar. Sikap ini tak ada salahnya jika diucapkan
ahlinya disertai penalaran atau contoh. Dengan demikian orang yang tak
faham psikologi bisa memahaminya. Istilah “Firaunisme” dengan istilah
“Obsession Direct Syndrome”. Maknanya sama saja.
Masihkan
Anda merasa benar sendiri? Hanya Anda yang bisa menjawabnya dan hanya
orang lain yang bisa menilai Anda. Yang pasti, tiap Anda mengeluarkan
pendapat, sebaiknya ada “penalaran” dan “contoh”. Dengan demikian pendapat Anda bukanlah pendapat yang berlumuran subjektivitas semata.
Merasa
paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan karena dengan bersikap
tersebut berarti tidak tahu dimana letak kelemahan diri sehingga dapat
mengetahui kelebihan yang dimilki makhluk lain. Manusia adalah makhluk
sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri, memerlukan orang lain,
tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan yang lainnya.
Kenapa merasa paling pintar adalah tanda-tanda kebodohan?
- Ingat kisah Nabi musa yang pernah merasa paling pintar, lalu ditegur oleh Allah yang maha berilmu bahwa masih ada makhluk lain yang lebih pintar, lalu dipertemukan dengan Nabi khidir dan ternyata kebingungan ketika dihadapkan dengan beberapa peristiwa, hal ini bukan berarti Nabi musa lebih bodoh dari Nabi khidir atau sebaliknya. Yang terjadi adalah masing-masing punya kelebihan dibidang tertentu dan punya kelemahan pada bidang lainnya.
- Coba bertanya pada diri sendiri, misalnya tanyakan apakah bisa membuat madu, jawabannya kemungkinan besar tidak bisa, kecuali jika sudah menemukan teknologi yang mampu mendukungnya. hal ini berarti lebah lebih pintar dari kita
- Setiap hari kita menggunakan bermacam alat kebutuhan rumah tangga, siapa yang membuatnya? sudah pasti orang lain. jadi pada sisi tersebut ternyata kita lebih bodoh dari mereka.
- Sebuah perusahan akan mampu berproduksi dengan bagus apabila ada quality kontrol yang bertugas mengoreksi hasil karya setiap karyawan yang telah memberikan karyanya, jadi sebagai karyawan pasti pernah melakukan tindakan bodoh sehingga harus ada petugas khusus yang melakukan kontrol.
Sikap merasa
paling pintar adalah sesuatu yang justru membahayakan diri sendiri serta
lingkungan sekitar, karena dalam bertingkah laku selalu merasa paling
benar dan orang lain salah. Hal ini tentu akan sangat merugikan diri
sendiri ketika apa yang kita lakukan ternyata sangat buruk imbasnya.
jadi setiap orang membutuhkan orang lain untuk memberikan koreksi agar
apa yang kita lakukan selalu berada pada jalan yang benar. kata mutiara
terpopuler dalam hal ini adalah “Dalam berkata sebaiknya engkau merendah namun dalam bertindak sebaiknya tunjukan kemampuanmu”
Assalamualaikum wr.wb... Pak ijin save and share yaa postingannya...
BalasHapusterima kasih banyak Pak... Ditunggu postingan berikutnya...