SURAT AL ISRA’:
17:89. Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang
kepada manusia dalam Al Qur'an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan
manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya).
SURAT YUNUS:
10:36. Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali
persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun
berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka kerjakan.
SURAT AL AN’AAM:
QS Al An’am/6 : 116. Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah, AlQuran. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah)
6:119. …. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia)
benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka
tanpa pengetahuan. ….
QS Yunus/10 : 66. ... Dan orang-orang yang menyeru
sekutu-sekutu selain Allah (Alquran), tidaklah mengikuti (suatu keyakinan).
Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah
menduga-duga.
QS 39:9, apakah sama, orang yang berilmukan Alquran dengan
yang tidak berilmu..? Alquran adalah hudan lin-nas = pedoman/petunjuk hidup
bagi manusia, jikalau manusia tidak tahu mana imam yang benar dan mana imam
yang keliru pasti manusia tersebut tidak tahu Alquran sehingga tidak berpedoman
hidup dengan Alquran, SEBALIKNYA MEREKA HANYA MENDUGA-DUGA DAN MENGIKUTI
PERSANGKAAN SAJA dengan menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya
(QS 25:43), mereka menyatakan apa yang mereka tidak berilmukannya, sungguh
Allah dengan pembuktian ilmiah sesuai Alquran adalah satu-satunya imam yang
menunjuki kepada jalan yang lurus (kitaaban imaaman, QS 46:12, QS 11:17).
…………………
Yahudi dan bani Israil adalah makhluk Allah yang dikaruniai
kemampuan lebih hebat dibanding dengan ummat lainnya oleh karena Allah terus
menerus menurunkan Ilmu-NYA didalam pangkuan bangsa mereka selama 2000 tahun. Mereka tidak mengakui keRasulan Muhammad, salahsatu nya,
karena garis keturunan Rasul SAW dari pembantu/selir nya nabi Ibrahim, Hajar,
ibunda nya nabi Ismail. Bukan dari garis keturunan nabi Ishaq, nenek moyangnya
Yahudi (katanya, kata mereka).
Apakah pemikiran dan kehidupan IPOLEKSOSBUD mereka yang
begitu ILMIAH, yang dimiliki Yahudi persaat ini hasil dari pemikiran
pribadi-pribadi mereka ataukah hasil dari nyolong ILMU yang sudah 2000 tahun
lebih mereka rekam dari kitab-kitab yang Allah turunkan termasuk
AlQuran? (QS 18:9, Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan
(yang mempunyai) raqim...). Wajar saja Yahudi dan antek-anteknya
bisa menguasai sejarah peradaban dunia sejak khalifah Ali wafat, ternyata
mereka menguasai ilmu Allah tapi menyalahgunakannya menurut ambisi pribadinya
dan golongannya saja! Bahkan bangsa yang tersingkir dalam percaturan dunia atau
peradaban rimba, baik itu peradaban teknologi maupun agamanya, hanya dieksport
dan dicekoki ajaran takhayul (khayalan), yang hanya bisa berkhayal besar
tanpa kerja keras secara ilmiah! Dibuatkan film-film kolosal yang khayali agar
pemikiran takhayul mereka semakin dibuat subur termindset dalam otak orang
islam persaat ini.
Dimana korelasi serta relevansi-nya dengan realita kehidupan
sosial secara kongkrit, berbagai
cerita tentang : pahala, surga, dosa, neraka, keajaiban menghidupkan orang mati,
menyembuhkan orang buta, membelah laut, tongkat menjadi ular, melunakkan besi,
bicara dengan hewan, memindahkan istana megah dalam sekejapan mata, rambut di
belah tujuh, membelah dada orang lalu mencuci hatinya, dll. Kaidah mana yang
sesat menyesatkan? Apakah pemikiran yang penuh khayal? Ataukah kaidah Ilmiah
yang sesuai dengan proses kejadian alam?
Pikiran manusia tidak akan menerima ide yang tidak masuk
akal, kecuali manusia menerima lebih dulu konsep yang dinamakan “mu’jizat”
(kejadian ajaib atas kuasa Tuhan). Konsep mu’jizat atau miracle dipopulerkan
oleh Yahudi dan Nasrani melalui kisah-kisah para nabi dalam kitab
perjanjian lama dan perjanjian baru. Mereka memperkenalkan konsep ini kepada
bangsa Arab dengan istilah dalam bahasa Arab : “mu’jizat”. Maka, bila manusia
sudah menerima/percaya dengan konsep mu’jizat, . . cerita ajaib apapun akan
mudah diterima. Termasuk anak yang lahir dari seorang perawan . . dipandang
sebagai mu’jizat.
Allah dengan
melalui ILMU-NYA, ALQURAN, tidak pernah bikin dongeng, yang
membikin ajaran Allah menjadi dongeng adalah distorsi pada perspektif atau
sudut memandang manusia dalam menafsirkan ayat-ayatnya sehingga menjadi
dongeng.
Mereka mengetahui rahasia AlQuran sebagaimana mereka
mengetahui tanda dalam tubuh maupun kepribadian anak-anak kandung mereka
sendiri. QS 2: 146, Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al
Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad (yakni dengan ajaran-NYA, ALQURAN)
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian
diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
QS 12:111, Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.
Setiap kali Allah menurunkan satu Kitab, sebagian Yahudi
selalu meng-Kadzdzaba (mendustakan Ilmu/meng aduk-aduk/melacur Ilmu) ajaran
Allah. Ini yang perlu kita catat dan
cam-kan, pelacuran Ilmu (kadzdzaba) Yahudi di sepanjang sejarah kehidupan umat
manusia sehingga ummat manusia di seantero dunia, sepanjang zaman, sepeninggal
para nabi selalu terjerumus kedalam kehidupan Syar, saling baku hantam
sesamanya.
Bagaimanakah dengan AlQuran sepeninggal nabi Muhammad? QS
15/Al-Hijr: 9 menegaskan, INNA NAHNU NAZALNAADZIKRA WA INNAA LAHU LAHAAFIZHUN, Allah
menjamin tulisan AlQuran akan tetap terjaga sampai akhir zaman. Namun bagaimana
dengan penggunaan pilihan kata terjemahan nominal sehingga mempengaruhi didalam
pemaknaan yang terkandung di dalam tulisan AlQuran sepeninggal nabi Muhammad?
Salah menterjemahkan nominal kata maka akan salah memaknai, maka salah pula
didalam mempraktekkannya.
AlQuran datang dari Arab, kita sedang apa dan bagaimana,
situasi dan kondisi ketika kedatangan AlQuran dari Arab pada abad ke 7, di
Indonesia sedang apa? Dan di Arab pun sedang terjadi seperti apa kondisi nya
pada saat AlQuran diperkenalkan keluar dan sampai ke Indonesia. Kita sudah
sama-sama sepakat bahwa Teks bahasa Alquran tidak pernah ada perubahan dari
sejak awal nabi SAW, seperti yang disebutkan pada ayat diatas, tetapi didalam
menterjemahkan istilah kata dalam Alquran itulah yang perlu di kaji ulang, apakah
ada pembelokkan-pembelokkan istilah kata yang di ambil sehingga makna nya
menjadi lain dan otomatis pelaksanaannya pun menjadi salah. Kita ambil contoh:
kata KHALIFAH apakah benar-benar arti nya PEMIMPIN?, kata ULIL AMRI apakah
artinya benar-benar PEMIMPIN TERDEKAT DIANTARA KAMU?, ...dll.
Mantera apa yang menyihir kita untuk berlomba-lomba menjadi
yang terbanyak, berkorban demi yang banyak dan mengikuti yang terbanyak?
Setidaknya, ada dua sikap yang bisa muncul saat kita
dihadapkan pada realitas sejarah yang ada. Pertama, bersikap sebagai seorang
pengamat sejarah. Disini kita membuat jarak renung dengan masa lalu. Realitas
sejarah dijadikan obyek analisa yang relatif terpisah dengan realitas kekinian.
Sejarah hanyalah cerita lampau yang kini dikenang. Dianalisa.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya kita anggap sebagai peristiwa
”tanpa tanda jasa” yang tidak memberi sumbangsih bagi realitas kekinian.
Persetujuan ataupun penolakan kita atas realitas sejarah tidak ada
konsekuensi apapun terhadap posisi kehidupan kita saat ini. Kedua, sikap
sebagai pewaris sejarah. Pada dataran ini, realitas kekinian dianggap sebagai
kelanjutan dari realitas kelampauan. Realitas kekinian merupakan akibat dari
realitas masa silam yang berposisi sebagai sebab. Konsekuensi dari sikap
seperti ialah kita tidak bisa mengabaikan aneka peristiwa masa lalu yang telah
membentuk realitas kekinian. Disebabkan oleh sikap semacam ini maka
mempertanyakan keabsahan dan validitas realitas sejarah itu sendiri menjadi hal
yang tak boleh dilupakan. Bahkan bisa-bisa sikap mempertanyakan hal termaksud
hukumnya menjadi wajib bila setelah didiagnosa ternyata ada adegan sejarah
yang tidak memperoleh legalitas ilahiah (Alquran) namun kenyataannya hingga
saat ini masih diakui sebagai adegan sejarah yang sah. Lewat cara pandang
seperti ini maka sejarah menjadi lembaran terbuka yang setiap saat siap untuk
dikoreksi oleh Alquran, inna ilaa rabbika ruj’a. Artinya; Sebenarnya kepada
(Al-qur’an) pembimbing kalian lah semuanya sebagai rujukan. Depag:
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). (QS 96 : 8).
Ditimbang-ulang. Dan, tidak sekedar didongengkan.
Kita pasti mencatat bahwa sejarah itu merupakan bikinan para
pendahulu kita. Sejarah tidak lahir begitu saja tanpa ada peran dari para
pengambil keputusan saat itu. Bila niat pendahulu kita berubah maka berubahlah
zaman. Dengan demikian realitas sejarah bukanlah realitas yang bebas nilai. Ia
bukan suatu realitas yang bersih dari campur tangan manusia sebagai pelaku
sejarah. Di sini, duduk perkaranya menjadi lebih gamblang bahwa pandangan
dunia yang dianut para pendahulu kita tentu mewarnai setiap kebijakan yang
diambil, yang pada gilirannya, akan menjadi realitas sejarah itu sendiri. Cara
berpikir seperti ini, akan menjadi sangat menarik bila dihubungkan dengan
kehidupan keagamaan (baca: system penataan Islam, Dienul Islam). Hal
ini disebabkan, dalam beragama kita tidak bisa memilih sikap yang pertama, yang
beranggapan masa lalu sekedar obyek analisa tanpa kita merasa diwarisi
pandangan dunia dari para penguasa saat itu. Mau tidak mau, suka tidak suka
predikat sebagai pewaris sejarah mesti kita sandang. Masalahnya akan
bertambah pelik bila ternyata kita mewarisi realitas sejarah keagamaan yang
keliru. Artinya, informasi yang sampai ke kita ternyata bukan informasi
yang diharapkan agama itu sendiri. Tapi, informasi yang sudah diracik para
policy maker saat itu yang sebenarnya tidak merujuk kepada sumber asli nya,
Alquran. Dengan bahasa yang berbeda bisa dikatakan, sejarah yang kita
pelajari dan kita yakini selama ini adalah sejarah ”jadi-jadian”. Sejarah hasil
ramuan orang-orang yang hanya menggunakan argumentasi pemikiran letterlijk,
pemikiran cangkang, pemikiran bahasa nominalnya belaka (QS 96 : 15, 16).
Ingat pesan Rasul SAW, anbi'unii undzhur maa qaala wa laa
tandzhur man qaa la. Jadi menanggapi ilmu bukan melihat siapa yang
menyampaikan tapi apa yang disampaikan. Obyektif ilmiah sesuai ilmu tafsir
alquran bil quran atau tidak..? Itulah tolak ukurnya…
Al Imam Hasan Al Bashry rahimahullahu berkata : "Wahai
Ahlus Sunnah, berteman baiklah kalian! --Semoga Allah merahmati kamu--
sesunggguhnya kalian adalah kelompok manusia yang sangat sedikit jumlahnya."
(Al Lalikai 1/57 nomor 19)
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam
keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)
.............................
DISTORSI
'KITABULLAHWASUNNATURRASUL'
Kalimat
Kitabullah wa Sunnaturrasul mengacu pada pesan nabi muhammad SAW : " an
abi hurairah r.a, an nabiyyi kola: Taraktu fiikum amraini lan tadillu ma in
tamassaktum bihima: kitab allah wa sunnah nabiyyi...
redaksi lain
dari hadits tersebut, taroktu fiikum amraini lan tadhilluu abadan ma in
tamassaktum bihimaa kitaaballahi wa sunnata rasuulihi.
redaksi
lainnya sbb:
taroktu
fiikum amraini maa lan tadhilla ba`dahuu maa ini` tashomtum bihii kitaaballaahi
wa sunnata rasuulihi. H/R Muslim (2137) Al-Haj. Abu Daud (1628). Al-Mnasik, Ibn
Mahaj (3060) al-manasik. dalam hadits lain tertulis - taroktu fiikum amraini
lan tadhilluu ma tamassaktum bihimaa kitaaballaahi wa sunnata rasuulihi.
Yah, Matan
boleh berbeda, Tapi prinsipnya sama saja. Sekarang kita kutip kalimat -kitaaballaahi
wa sunnata rasuulihii. Dan kita lihat huruf -wa. harfu waw berfungsi sebagai
kata penghubung/pengait satuan bahasa yang mengapitnya (kata benda, kata kerja,
dan kalimat) yg setara, yg termasuk tipe yg sama atau yang memiliki fungsi
berbeda.
Adapun -wa
karena jatuh sebelum kata sunnata rasuulihi, Maka jangan dilepas kaitannya
dengan ayat ayat seperti laqad kaana lakum fiii rasuulillaahi uswatun hasatun
dan ayat qul in kuntum tuhibbuunallaahi fattabi`uunii.
Selanjutnya
perhatikan kalimat -fattabi`uunii = maka ikutilah aku. Kalimat ini bentuk kata
kerja perintah mengikuti aku dan aku disini ke rasul Muhammad. Disini tentu
bukan disuruh mengikuti jasad badannya, kalau di lihat dari ayat diatas.
Melainkan kepada uswatun hasanahnya. Nah, "mengikuti" disini kata
kerja. Sedangkan - "wa sunnata rasuulihii" kata benda. Bagaimana agar
maknanya sepadan??? . Maka -wa kita terjemahkan "menurut" (harf)
dalam arti bukan kata kerja karena yang namanya kata kerja harus selalu ada
subjectnya dimana - "wa sunnata rasuulihii"
Hal ini
persis seperti hubungan gula dengan manisnya. Berbeda fungsi tapi sebagai satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Itulah yang dimaksud dengan kata
"amraini". Buktinya rasul menandai hal tersebut dengan penggunaan
kalimatnya yang terkadang menyebutnya dalam jumlah satu kesatuan yakni majrur
tertulis -hi dalam kalimat -ini`tashomtum bi hii dan terkadang juga menyebutnya
-bihimaa sebagai dua fungsi yang berbeda. Jadi "amraini" adalah dua
buah urusan hidup yang berbeda fungsi tapi sebagai satu kesatuan yang tak
terpisahkan, Yakni urusan kitabullah sebagai satu pilihan konsepnya atau
ilmunya menurut teladan aplikatif sunnah rasulNya.
Sebenarnya
maknanya tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Kalau saya memandang
kata -kitaaballaahi wa sunnata rasuulihi dari sudut:
1. -kitaaballahi
berisi konsep hidup nur dan dzulumat.
2. Point 1
dilihat dari sudut ayat laqad kaana....uswatun hasanah, dan ayat innaa arsalnaa
sysyayaathina `alal kaafiriina..,menunjukkan ada tokoh-tokoh pengembannya yakni
rasul dan syethan.
3. Hubungan
point 1dan2 = hukum sebagai isi kitab, tetap berisi dua rancangan yakni
kitabullah menurut sunnah rasul dan atau menurut sunnah syethan. Bukan berisi
tiga rancangan hukum->kitabullah dan sunnah rasul dan sunnah syethan.
4. sunnata
rasuulih seperti yang sudah saya beberkan sistematiknya diatas menjadi dalam
arti khusus=menurut sunnah rasulNya.
Pendalaman
maknanya:
"Benar -
benar telah kuwariskan pegangan hidup ilmiah secara paripurna untuk kebudayaan / peradaban kalian ( yg telah / sedang / akan beriman )
yaitu alternatif perkara hidup amraini (
si dua satu ) dua pandangan dan sikap hidup yg bertolak belakang dalam
satu kesatuan ( Nur menurut sunnah rasul dan atau Zhulumad menurut sunnah
syayathiin ) jika kalian berpegang teguh terhadap yg demikian, pasti kalian ( yg beriman ) tak
akan menyimpang selamanya ; yaitu hakekatnya terkandung dalam Kitabullah wa
Sunnaturrasul ( Al- Quran menurut Sunnah
rasul = Al-Quran yg dipraktekkan dg Sunnah
rasulNya).
Sekilas
analitika sejarahnya:
Rasulullah
dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua
sedang berada dalam penguasaan tatanan kehidupan ( dienul Islam ) sesuai ajaran
Allah yg paling menghamburkan kasih sayang. Maka taatilah yaitu bertakwalah
sesuai ajarannya tsb. Kuwariskan methodelogy Amraini pada kalian yg termaktub dalam Kitabullah wa
Sunnaturrasul. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak
suatu saat kembali orang-orang yang mencintai sunnahku, akan masuk kedalam
tatanan hidup jannah kembali beserta sunnah rasulku.” Khutbah singkat itu
diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan
nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan
meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu Tiba-tiba dari luar
pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam “Bolehkah saya masuk?”
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. Kemudian ia kembali menemani
Rasulullah yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah “Tak
tahulah ayahku, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah
lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang. “Ketahuilah, dialah yang akan menghapuskan kemantapan hidup duniawi
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah. kemudian Fatimah
menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah
pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril
yang sebelumnya sudah bersiap di alam semesta menyambut ruh kekasih Allah
sebagai rasul di dunia ini. “Jibril, jelaskan apa obyektif ilmiah sunnah rasul ku menurut ajaran Allah?” tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “ Islam sebagai solusi dari langit /
samawi ( Allah ) telah terbuka sebagai
jawaban, para malaikat telah menanti ruh kebudayaan / peradaban sunnahmu. Semua
tatanan hidup jannah terbuka lebar menanti kembali kedatanganmu di qurun ke -
2, ” kata Jibril. Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya. “Engkau tidak senang
mendengar kabar ini?” tanya Jibril. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak, sepeninggalanku?” tanya Rasulullah “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar Allah Swt berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan tatanan hidup
Islam (jannah) bagi siapa saja, kecuali umat yg mendukung sunnah rasul Muhammad
yg berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan. Detik-detik kian dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh biologis Rasulullah ditarik sebagai
lambang mulai ditariknya ruh kebudayaan/ peradaban muslim sehasta demi sehasta
dst. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. “Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar
desisan suara Rasulullah mengaduh. Fatimah hanya mampu memejamkan matanya.
Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin
dalam. Jibril pun memalingkan muka. “Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau
palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil
terus berpaling. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa
maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah. Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya
bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan
telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku", Jagalah
pandangan dan sikap hidup kalian dg shalat
yaitu jagalah orang-orang lemah
imannya di antaramu.” Rasulullah berpesan kpd Ali. ( yg lemah imannya itu
adalah ) “Ummatii, ummatii, ummatiii?”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini,
mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa
salim ‘alaihi.
TANTANGAN
Yang jadi
persoalan pokok disini adalah arti /
makna ' Kitabullah wa Sunnaturrasul ' yg sebenarnya bagaimana ?!. oleh karena
itu mari kita lakukan studi perbandingan sbb:
Sudah
dimaklum, bahwa hampir semua referensi
muslimisme yg mengklaim pemeluk 'Agama Islam' ( Islamisme = Arabisme )
mengartikan / memahami '
Kitabullah wa Sunnaturrasul ' menjadi Alquran dan Hadist, kadang diartikan Alquran dan Sunnah. Pemahaman tsb disebabkan
memahami kata sambung ' wa ' = dan. Akibatnya
bermakna pengkotak - kotakan / pembagian yg bertolak belakang. alias
dikotomi ( Eng; dichotomy ). menurut kamus, ' dikotomi ' bermakna pembagian dua
kelompok yg saling bertentangan.
Jika kita
kaji secara mendalam pengalihan makna Kitabullah wa Sunnaturrasul menjadi
Alquran dan hadist kadang disebut
Alquran dan sunnah adalah bukti upaya tuk melogiskan dikotomi atas peristilahan - peristilahan
tsb. Selanjutnya menjadi pembagian dua kelompok yg saling bertentangan. yaitu
kelompok Alquran dan kelompok hadist. kelompok hadist kadang disinonimkan dg
kelompok sunnah dengan berbagai variasi aliran / firqah / millah. Yg ujungnya
adalah perpecahan, pengelompokan pandangan dan sikap hidup yg bertolak belakang
baik secara teoritis, praktis maupun dalam wujud kebudayaan dan peradaban
khususnya di kalangan internal ummat islam sendiri.
Padahal
sebenarnya atau seharusnya mmg bisa dibedakan antara kitabullah sebagai pure
science dg Sunnaturrasul sebagai tekhnologiNya tapi tak boleh terpisah
karena faktanya saling menyatu / berkaitan / mendukung. jika kita perhatikan
lebih jauh dikotomi tsb merupakan distorsi yg sangat fatal selama ini.
Sebagaimana
sudah disinyalir oleh nabi sbb:
"Sungguh,
benar - benar kalian akan mengikuti sunnah (cara hidup) orang-orang sebelum
kalian sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta dan sejengkal demi sejengkal,
sehingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak, sungguh kalian juga akan
mengikuti mereka." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah mereka
orang-orang Yahudi dan Nahsrani?" beliau menjawab: "Siapa lagi kalau
bukan mereka."(HR. Bukhari)
Distorsi
makna tsb ( Al-quran dan hadist ) sudah
dianggap baku dan mapan serta dianggap wajar karena telah berlangsung
berabad-abad lamanya. Sudah dimaklum bahwa suatu kebiasaan yg salah kaprah yg
berjalan semakin lama akan semakin dianggap baik yg menjadi kebutuhan /
ketergantungan. Dianggap baik
berdasarkan pada rasa yg terbius dogma, sehingga Karl mark pun mencapnya
sebagai agama itu candu. Ada benarnya juga walau mereka sendiri juga dg
Atheisme terlibat candu. Candu Distorsi
makna wahyu bukan persoalan yg gampang untuk
dilempangkan / disembuhkan. Ya, kecanduan
atas distorsi makna ' Kitabullah wa Sunnaturrasul ', yg kebanyakan manusia berkepentingan atas distorsi
tsb. Tidak sedikit mereka hidup bagaikan
pelacur yg terjerat kehidupan prostitusi. bagaimana persamaannya mereka dengan
pelacur ? Pelacur bersetubuh dengan
pasangan yg haram tanpa nikah, mereka juga mengaplikasikan ilmu dengan pasangan
yg haram yaitu ilmu zhulumad yg la'natullah 'alaihi. walau tahu itu menyimpang
tapi jika nilai2 hidup murahan yg ingin mereka capai dibandingkan norma-norma
sosial yg luhur, itulah akar masalah setiap prilaku menyimpang manusia yg
ironisnya jika mengklaim beragama Islam!
Ironis
sekali, ketika akhirnya klaim itu hanya sebatas mengaku - ngaku Muslim.
Tegaskanlah ! bahwa kalian tidak hidup sesuai Dinul Islam, tapi katakan saja
bahwa kalian hanya menyerahkan diri saja. ini juga akibat salah paham tentang
makna Islam yg dianggap berserah diri begitu saja. dalam arti penyerahan diri
tapi Iman tak mantap di hati kalian karena kalian tak memahami konsepsi
Kitabullah wa Sunnaturrasul dengan totalitas, tulus dan jujur.
Untuk itu
pula, jika anda menuntut kebenaran Alquran wa Sunnaturrasul tuk tampil dalam pentas kehidupan pribadi menuju
kehidupan rumah tangga yg bisa menuju kehidupan berbangsa dan bernegara
selanjutnya kehidupan antar bangsa / antar negara sesuai cakupan makna
sebenarnya dari ' Kitabullah wa
Sunnaturrasul ' maka Allah juga telah menuntut
pada diri kita yg mau beriman bukan hy yg mengklaim sbb: kejujuran ilmiah ( shiddiq ) sama dengan
motif bersih tanpa reserve ( hanifan muslimaa ). dan syaja'ah = keberanian ilmiah. dan tabligh (
panyampaian tujuan ilmiah Alquran yg komunikatif ) serta amanah ( kredibilitas
ilmiah ) Tanpa itu semua didayagunakan secara
totalitas atau dg kesungguhan hati, maka berarti kita cuma berangan -
angan yg melayang2 di dalam selaput otak.
Sebenarnya
Kitabullah wa Sunnaturrasul tak pernah kehilangan daya revolusionernya, hanya
saja manusialah melepaskan diri dari pegangan hidup tangguh dari Allah menurut
sunnah rasulnya, karena manusia bagaikan berbalik memandang dan menyikapi kehidupan dari sudut pantul terangNya otomatis hanya
memandang bayangan gelapnya. sehingga otomatis berpegang rapuh dengan pegangan
hidup selain ajaran Allah ! lucunya, mereka juga yuhibbuunahum kahubbil lillah
( mereka mencintainya seolah2 mencintai ajaran Allah sebenarnya ).
padahal yg
benar2 beriman asyaddu hubban lillah = dipuncak kerinduan tuk hidup sesuai
ajaran Allah menurut sunnah rasulNYA, akibat mereka terlanjur terdoktrin dg
dogma warisan nenek moyangnya yg berpaham yahudisme, nasranisme majusisme
yg bersifat takhyul; mistik; klenik; sihrun; bid-ah yg inti ajarannya adalah
jibti ( idealisme platonisme ) = anti pembuktian data dan fakta! itulah TAUHID
, FIQH , AQIDAH AHLAK, TASAWWUF bukti wujud distorsi 'KITABULLAH wa
SUNNATURRASUL', yg kemunculannya justru saat muhammad wafat dan
direalisasikan saat khalifah Ali dibunuh, konsep itu pula yg disebut konsep
utopia = angan - angan / amaniyya. Sehingga mereka terhipnotis menjadi hidup
dengan iman = percaya yg bersikap percaya begitu saja warisan yg sudah
terdistorsi tsb, apa akibatnya mereka yg mendukung dogma tsb? apakah kalian tak
melihat dari sudut pandang Kitabullah wa Sunnaturrasul org2 yg tertimpa nasib
sial dari ahli kitab dengan Kitab2 rekayasanya?
Hal yg
demikian tidak lain adalah wujud perangkap yahudisme yg dalam pembuktian
sejarah sebagai penentu yg diutus ( duta iblis ) tuk melakukan Distorsi
makna wahyu. Hal ini sangat jelas
tersurat dalam Ayat Alquran. pola kerja yahudisme yaitu tawalla ( memaling ;
menyalahgunakan obyektifita wahyu dan
kadzaba ( mencampur aduk obyektifita wahyu ) dalam lalu lintas ilmiah, tawalla dikenal
sebagai revolusi balik nama, sehingga ilmu dari Allah ditawalla menjadi temuan
ilmuan seperti Aristoteles, anaximandros, kal marx dll. selanjutnya pola
yahudisme kadzaba dikenal sebagai yaktubuunal kitabi bi 'aidihim tsumma yaquuluuna
khadzaa min 'indillah. atau akulturasi process, adaptasi = pantaree = ajaran
waris mewarisi tradisi nenek moyang yg kesasdar zhulumad menurut sunnah
syayathiin yg mengalir dari hulu ke hilir. dimana tesis NUR dan anti tesis
Zhulumad di hulu dari Allah demikian jernih bisa dibedakan, tapi setelah diaduk
dari generasi sebelumnya dengan generasi selanjutnya saat dia hidup sehingga
menghasilkan konsep campur aduk yaitu sintesa = bid-ah! tapi ironisnya mereka
klaim khadaza min indillah = ajaran bid-ah ini dari Allah !. padahal tiadalah
Allah ciptakan wujud kehidupan ini berdasarkan ajaran bathil !
Distorsi tsb
adalah konsep pelacuran, penyelewengan /
penyimpangan ( dhalliin ) dan konsep gado - gado, tipu daya ( jibtii /
mukadzibiin / maghdub ) =
itulah Arabisme dan islamisme
pecahan 73 Firqah Islam yg inti dogmanya iman = percaya!?. Kitabullah wa
Sunnaturrasul menjadi Alquran dan hadist.
yg seharusnya Al-Quran menurut Sunnah Rasul adalah satu paket harmonis.
Baik konsep maling / tawalla / penyalahgunaan zhulumad maupun konsep kadzaba (
tukang acak2 NUR lawan ZHULUMAD ) satu juga benang merahnya yaitu Khutuwatsy-
syayathiin dimana jahudi sebagai duta Iblis yg tugas dan fungsinya sebagai
yuharrifuunal kalima 'an wadi'ihi ( memutarbalikkan kalimatullah dari kedudukan
/ fungsi yg sebenarnya ) sehingga sepenjuru massal manusia terputar balik
pandangan dan sikap hidupnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta
itulah hakekat distorsi sebagaimana yg disinyalir dan dikhawatirkan rasulullah
sebelumnya.
Akhirnya kita
saksikan ummat jadi tukmin bi ba'dhin wa takfur bi ba'dhin. itulah kenyataan hidup yg pahit tuk kita
saksikan saat ini. oleh karena itu pula kata nabi siapa yg nyaman dengan zaman
maka zaman akan menghancurkannya. siapa yg bersandar pada pembuktian ilmiah ttg
zaman, maka akan selamat dg Islam satu2nya penataan hidupNya.
obyektif
ilmiah ayat Allah sebagai solusi bagi
kita yg berpola fikir dan bertingkah kebarat2an dan ketimur2an sbb: "
laisal birraa an tuwalluu wujuu hakum qibalal masyriqi wal maghribi wa lakinnal
birraa man amana billah ". Artinya bukanlah tatanan hidup bahagia kalian
hidup kebarat - baratan dan ketimur2an, akan tetapi tatanan hidup bahagia
adalah amana billah ( berpandangan dan bersikap hidup seuai kitabullah wa
Sunnaturrasul ) berarti adakah kaitan iman dg kitab ?, Ya ! yaitu maa kunta tadrimal kitabi wa lal
imaan = anda tak menguasai konsep kitabullah niscaya tak ada iman ( pandangan
dan sikap hidup sesuai kitabullah wa sunnturrasul.
Fainna
ashdaqal hadiits kitabullah, wa khairul hadyu hadyi muhammad shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Wa sarral umuuri muhdatsaatuhaa, wa kulla muhdatsatin
bid’ah, wa kulla bid’atin dhalaalah, wa kulla dhalaalatin fin naar.
"
Kitabullah wa sunnaturrasul " selama ini dipandang dan disikapi seolah dua hal yg parsial = terpisah. yaitu
Seolah Alquran atau kitabullah adalah wahyu yg bukan hadist ( sistematik buku /
kitab ) , begitu juga sunnah dianggap mereka bukan wahyu. seolah sunnah rasul
adalah inisiatif subyektif muhammad ( hawahu ). Sehingga tidak sedikit yg
menimbulkan pemikiran yg bertolak belakang ( paradoxal ) antara kitabullah wa
sunnaturrasul dalam pemahaman dan dalam
prakteknya. Karena itu pula mereka menjadi mentok / buntu dalam menjawab
setiap tantangan wujud hidup SEKULERISME selama ini.
Atas dasar
kebuntuan itu pula mereka berijtihad secara masing - masing pihak yg terpisah -
pisah / terpecah - pecah / terkotak - kotak, sehingga obyektif ilmiah
sinyalemen nabi bahwa ummatnya mengikuti pola - pola jahudisme / nasranisme
sehasta demi sehasta, sedepak demi sedepak, sejengkal demi sejengkal yaitulah
distorsi wahyu dalam pemahaman dan praktek ummat. Sebenarnya bukan Allah dg
wahyunya yg bergeser / terdegradasi tapi
cara pandang merekalah yg terputarbalik sehingga memandang dari sudut pandang dari
belakang atau bayangan!. Karena sudah demikian berurat berakar mentradisi turun
temurun berabad - abad maka dianggap
lumrah / wajar. Salah paham menjadi salah kaprah yaitu sumber bencana!,
akibatnya wujud sosial budaya adalah
tukminu biba'dhin wa takfuru bi ba'dhin. berpandangan dan bersikap hidup
atas sebagian wahyu yg mendukung
nafsunya ( subyektivismenya ) dengan
mengingkari sebagian wahyu lainnya yg mengancam nafsunya. Demikianlah konsekuensi dari alternatif makna pada kata sambung ' wa ' = dan,
hal ini memang tidak salah jika mereka memandang dan menilai bahasa Al-quran =
bahasa Arab. Akan tetapi jika mereka
paham bahwa bahasa Al- quran = lisanul 'Arabiyyan = bahasa 'arabyy maka lain
lagi maknanya.
Benarkah satu
-satunya alternatif makna ' wa ' = dan
dalam tata bahasa 'Arabyy..?
Secara tata
bahasa memberikan pilihan alternatifnya sbb: ' wa ' memang bisa bermakna dan, padahal, sedangkan, sebaliknya. bisa juga bermakna sumpah atau
janji ( misal : wa Allahi = demi Allah ). bisa juga bermakna ' wau li ta'yiin '
( wau tuk penjelasan yg selama ini disembunyikan ) = yakni =
menurut = sesuai. Itulah beberapa alternatif makna dalam bahasa.
Dalam hal ini
celakalah jika makna pada kata / istilah Alquran ditentukan oleh bahasa
berdasarkan selera subyektif masing -
masing. kaitkan dengan hadist sbb: ( man fasaral quran bira-yihi.. ) oleh karena selera subyektif manusia bersifat
tak menentu, sehingga tolok ukur yg mau dipakai tuk menimbang jika berdasarkan
subyektifisme manusia pasti menjadi tak menentu alias ngawur. bukan hanya ngawur tapi juga
subyektifisme manusia cendrung mendorong satu kehidupan jahat ( inna nafsa
la-ammaratii bis-suu- ) dalam rangka mushaddiqallima baina ahadihim yaitu melempangkan penyimpangan konsep
subyektifisme mereka yg cendrung ngawur yaitu jahat, maka Alquran adalah solusi satu - satunya
subyek yg menentukan pandangan dan sikap hidup manusia dalam studi alquran.
dengan demikian Alquran harus dipahami sebagai satu - satunya ilmu / informasi
yg dibutuhkan oleh manusia sebagai
mahluk informatif ( yg tergantung pada informasi = khayawanu natiq =
hewan berlogika ) demi pencerahan
kehidupan sosial budaya / peradaban melalui kegiatan studi Alquran.
Untuk
menentukan alternatif makna mana yg benar atas alternatif bahasa yg ditawarkan,
tentunya ditentukan oleh Alquran itu sendiri yg berperan juga dalam kedudukan /
fungsi sebagai AHSANU TAFSIRAN ( seindah
- indah tafsir / tafsir yg paling jitu / ihsan / tepat ) yg sebenarnya Al-Quran juga memiliki teori ilmu standard yg
disebut ilmu tafsir ; METOSISNATIF ALQURAN. akronim dari nilai - nilai obyektif
ilmiah Alquran yg memenuhi standard ilmiah yaitu METHODOLOGY AL-QURAN,
SISTEMATIKA AL-QURAN, ANALITIKA DAN OBYEKTIVITA AL-QURAN.
Inilah tolok
ukur standard suatu penafsiran Al-quran apakah bernilai obyektif ilmiah ( haq )
atau bernilai subyektif ( bathil ) sehingga Alquran itu sendirilah yg harus
dijadikan subyek ( penentu ) studi Alquran. Apa bisa tanpa kehadiran lahiriyah
muhammad..? harusnya bisa. karena bicara muhammad bukan bicara pribadi / kultus
pribadinya kecuali bicara sunnah rasul muhammad ! apalagi sunnah rasul muhammad
itu penguasa dua zaman ( muhammadun dzul qarnaiin ) karena yg demikian adalah
satu janji pasti sesuai ajaran Allah, malaikat dan rasul sesuai konsep kitabullah
wa sunnaturrasul ( wa'dan 'alainaa ) juga rasul sendiri menyatakan diri
"... in lamassakum bi hi lan tadhilluu abadaa. jika kalian ( yg telah
beriman ) berpegang teguh terhadap kitabullah wa sunnturrasul pasti tak akan
menyimpang selamanya. dalam hal ini Alquran harus jadi subyek dalam studi dan
perwujudannya yaitu menurut sunnah rasul. Bisakah alquran sebagai subyek ?
kalau rasul saja sebagai contoh pelaku khasanah bisa kenapa kita tidak..?
Kata rasul
sbb: bahwa Al- Quranu imaamii = Alquran itu adalah imam / subyek / penentu
pandangan dan sikap hidup ( sunnah ) ku. Oleh karena itu pula tidak benar
subyektivisme manusia jika dijadikan subyek studi. karena hanya akan
menghasilkan paham bayangan. Tapi faktanya massal ummat yg mengklaim Muslim
sejak terbunuhnya khalifah Ali ra. sampai saat ini sudah terlanjur memahami '
wa ' = dan ( tuk menterjemahkan ' kitabullah wa sunnaturrasul ' ).
hal ini bukan
hanya merusak sisi tata bahasa Alquran yg identik dengan lisanul 'Araby (
bahasa Alquran yg serumpun dengan Arab ) menjadi terdistorsi lisanul 'Arabun (
bahasa Arab ) tapi juga merusak makna / substansi ' Kitabullah wa Sunnaturrasul
' yg sastranya paling tinggi.
Sunnah rasul
juga wahyu sebagai pasangan Alquran dalam arti wahyu dari sisi praktis. hal ini
sangat jelas dinyatakan bahwa wa maa yantiqu 'anil hawaa- in huwa illa wahyuu
yuuhaa = Tiadalah sunnah ( praktek ) yg diwujudkan dia ( muhammad ) berdasarkan
hawaa ( egoisme / subyektivisme ) kecuali pasti dia berdasarkan wahyu yg telah
diwahyukan / diajarkan pada sunnahnya. Bicara muhammad bukan bicara pribadi
subyektifnya. wa maa muhammadun illa rasuulun.. = tiadalah bicara muhammad
dalam pembuktian Alquran secara pribadi ( subyektif ) kecuali sebagai sunnah
rasul !. dengan demikian semakin jelas bahwa bicara kitabullah adalah bicara
komperhensif ilmu ( wahyu ) yaitu gagasan ilmiah dari Allah ( kitabullah )
harus dipraktekkan dalam pemahaman dan perwujudannya menurut sunnah ( praktis )
rasulullah.
Tak ada satu
persoalan pun yg luput dari sorotan kitabullah wa sunnturrasul. termasuk
persoalan penafsirannya yg juga harus menurut sunnah rasul ! kalau tidak mau
menurut sunnah rasul mau menurut sunnah siapa lagi ?! karena sunnah rasul =
uswatun khasanah ( contoh pola kehidupan paling khasanah ) sebagai paduan harmonis dari kitabullah
yaitu sebagai khusnul ma-ab ( gagasan hidup paling khasanah ).
itu sebabnya
'ati'ullah wa 'atiur-rasul = ta'atilah Allah sesuai gagasan Kitabullah dengan
cara menta'ati sunnah rasulNya! padahal sudah paham bahwa Allah dengan kitabullah dan rasul dengan sunnahNya selaras tapi tidak
setara, karena rasul adalah utusan Allah. tapi alternatif makna ' wa ' = dan,
telah mendudukkan kesetaraan yg terpisah, padahal seharusnya kedudukan
kitabullah dg sunnaturrasul adalah
keselarasan yg saling mendukung secara struktural. yaitu antara teori dengan
prakteknya. boleh tidak dipisah teori Allah ( Al-quran ) dengan praktek (
sunnah ) rasulNya..?.
Tapi faktanya
bagaimana selama ini ? adakah Alquran ditegakkan menurut sunnah rasul dalam
kehidupan pribadi menuju kehidupan rumah tangga menuju kehidupan berbangsa dan
bernegara dan antar bangsa / antar negara..?! kenapa kenyataan hidup tidak
menurut yg demikian, malah kebalikannya.?!
12.111.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat ibarat / kiasan ilmiah bagi
orang-orang yang berhati mantap sesuai wahyu. Al Qur'an itu bukanlah hadist (
sistematik buku ) yang dibuat-buat, akan
tetapi mengajarkan ajaran dg obyektif
ilmiah terhadap ajaran bathil sebagai pegangan hidup yaitu menspesialisasi segala sesuatu, yaitu sebagai petunjuk berupa
rahmat (arahman alamal quran) bagi kaum yang mau beriman.
perhatikan
istilah hadist pada ayat di atas ! bahwa Alquran itu = hadist ( sistematik buku
) yg berfungsi sebagai hudan wa rahmat liqaumin yukminuun. Alquran itu bukan
hadist rekayasa !
Itulah selayang pandang perihal data / fakta adanya
distorsi serius dalam pemahaman dan sikap hidup ummat. Kalau mau diusut lebih
jauh itu akan di bahas dalam pendataan Sejarah Iman. Namun kesempatan ini hanya
tuk memperkenalkan gambaran umum bahwa Kitabullah wa Sunnaturrasul itu bukan dogma yg hanya bisa diterima oleh
daya khayal, tapi sebuah ilmu yg obyektif ilmiah lagi tangguh yg harus bisa diterima
oleh daya aqal ( a fa laa ta'qiluun )
maka kajian berikutnya kita buktikan bahwa Kitabullah wa Sunnaturrasul bukan
hanya berupa rumusan - rumusan di atas kertas tapi juga adalah Al- Qalam yg
berwawasan luas dan agung.
AL - QALAM
Judul
Al-Qalam ini diangkat untuk memberi wawasan kepada kita tentang isi yang
terkandung pada ayat 4 surat Al-‘Alaq Dia (Allah) yang mengajarkan Ilmu-Nya
dengan perantaraan Al-Qalam, Ilmu menurut Allah dalam Al-Qur’an ialah Al-bayaan
yaitu rangkaian keterang tentang sesuatu yang tergantung kepada fakta /
kepastian data Allah, sedangkan Ilmu yang selama ini umumnya kita kenal sebagai
Ilmu Pengetahuan dianggap sebagai karya manusia atau temuan ilmuwan , seolah
tidak ada hubungan dengan Allah sebagai perancang ilmu / Penciptanya. Sejarah
Ilmu Pengetahuan manusia berawal katanya dari hasil pengamatan, untuk memulai
satu kegiatan pengamatan diperlukan gagasan,
Pertanyaan
bagi manusia, mana duluan antara gagasan
dan pengamatan yang menghasilkan Ilmu. Kata mereka berbicara antara gagasan dan
Ilmu sama saja bicara mana yang lahir lebih dahulu antara telur dengan ayam.
Pada awalnya Ilmu Filsafat dianggap sebagai jalan setapak untuk kemudian
melahirkan Ilmu sebagai jalan Tol peradaban. Filsahat hanya memberi ruang
lingkup untuk mencari jawaban atas pertanyaan, apabila pertanyaan sudah dapat
dijawab dengan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan, maka objek
persoalan berpindah dari ruang Filsahat kedalam ruang lingkup Ilmu Pengetahuan,
yang ditetapkan dengan cacatan, apabila dikemudian hari ternyata rumusan
keilmuan ini dapat dibantah dengan argumentasi yang lebih mesuk akal, maka yang
terbarulah yang harus dijadikan pegangan dalam bidang keilmuan. Ilmu menurut
mereka harus memilki 4 unsur untuk bisa dbedakan dengan dongeng, yaitu Ilmu itu
harus memilki Methode dimana cara berpikirnya harus methodis, Ilmu juga harus
memilki sistematika sehingga uraiannya dapat dikatakan Sistematis, Ilmu juga
harus mempunya objek yang dapat diselidiki ulang oleh siapa saja yang ingin
mendalami Ilmu itu sehingga Ilmu itu harus Analitis, dan yang terakhir Ilmu itu
antara keterangan dan objek harus sama dan sebangun sehingga Ilmu itu
dinyatakan objektif.
Selama ini
oleh kebanyakan Umat Islam, mereka membagi secara parsial ( sekulerisme ) ada
Ilmu Pengetahuan tuk dunia dan Ilmu Agama tuk akhirat yang khusus membicarakan
tentang kehidupan sesudah mati. Pembagian kekuasaan ini dapat kita lihat dengan
adanya Pendidikan Pesantren dan Pendidikan Umum. Akan tetapi perkembangan
terakhir ada Pesantren Plus, yang mulai kemasukan Ilmu Pengetahuan Umum. Inilah
tantangan yang kita hadapi apabila kita berani mengatakan bahwa Al-Qur’an itu
adalah ILMU, maka pertanyaannya adalah apakah didalam Al-Qur’an itu ada 4 unsur
nilai - nilai Ilmu yang telah mereka tetapkan. Kemudian dengan bahasa yang
seakan-akan santun mereka mengatakan Al-Qur’an itu Wahyu yang tidak mungkin
bisa disentuh dengan akal manusia, Ajaran Allah itu banar, dan karena sudah
benar, sudahlah jangan dikorek-korek lagi, yang penting Al-Qur’an itu adalah
Wahyu yang sudah pasti benarnya itu saja titik. Benar apanya, salah apanya
mereka sambil membela diri mengatakan: Isi Al-Qur’an itu ada yang Muhkamat dan
ada Yang Mutasyabihat, ada yang terang jelas, ada juga yang remang-remang,
hanya Allah yang tau jawabnya.
Jika saudara
tidak ingin dibohongi oleh kebodohan, marilah kita bahas lebih jauh tentang
Qalam Allah sebagai Ilmu dengan mencari jawaban dari Allah dalam Al-Qur’an
sebagai sumber kebenaran. Qalam Allah itu mencakup semua ajaran Allah dimulai
dari ajaran kepada Nabi Adam (Al-asmaa) sampai kepada Nabi Ibrahim diteruskan
kepada Nabi Musa (Taurat) Nabi Daud (Zabur) Nabi Isa (Injil) dan yang terakhir
adalah Nabi Muhammad yaitu Al-Qur’an, kesemuanya itu dikatakan Qalam Allah.
Objek yang
dibicarakan oleh Qalam Allah sebagai ILMU yang sebenarnya ada tiga, yaitu Qalam
Allah atau Al-Qur’an membicarakan Pasti Alam sebagai ciptaan Allah yang akan
dimatikan atau dihancurkan apabila waktunya telah habis untuk dibangun kembali
menjadi kehidupan akhirat. Yang kedua Al-Qur’an membicarakan tentang
peradaban/kebudayaan manusia dimulai dari Adam sampai dengan qiyamat nanti, dan
akan selalu berjalan pada dua prinsip, NUR lawan Dzulumat, Hak lawan Bathil.
Yang ketiga Al-Qalam atau Ilmu Allah yaitu Al-Qur’an itu membicarakan tentang
dirinya sendiri ( wa bayyinatin minal hudaa wal furqan ) yang mempunya 4 nilai
Ilmu yang sebenarnya. yaitu:
Methodologi
Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia tentang pandangan Nur menurut Sunah Rasul
lawan Dzulumat menurut Sunnah Syayatin, inilah pilihan Ilmu yang di-izinkan
Allah, dengan hasil Nur menurut Sunnah Rasul hasilnya hasanah di dunia dan di
akhirat kelak, pilihan Dzulumat akan menghantar manusia kepada kehidupan
materialistis yang membawa kepada kehidupan jahannam dan kebangkitan nanti
kedalam laknatullah ini juga adalah izin Allah atas permintaan Syaithan.
Sistematika
Al-Qur’an adalah jawaban yang selama ini ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa keterangan Al-Qur’an tidak sistematik, padahal Allah meletakkan
Al-Fatihah sebagai Introduction sebagai Pandangan Umum, kemudian surat-surat
panjang sebagai perinciannya atau Bab demi Bab, dan surat-sura pendek adalah
kesimpulan, yang kini dicontek oleh manusia dan dikatakan bahwa Al-Qur’an non
sistematik.
Analitik
Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa kehidupan social manusia yang tidak mau
mengatur hidupnya menurut ajaran Allah, seperti laba-laba yang membuat sarang,
pagi hari dibuat, sore sudah jebol, rapuh, nyamuk nyangkut, lewat kerbau
hancurlah sarang laba-laba itu, orang kecil mencuri dijerat hukuma berat, orang
besar korupsi lolos.
Nilai ilmu
yang terakhir adalah objektivitas keterangan Ilmu dalam Al-Qur'an adalah tidak
diragukan lagi dan berlaku pasti. menurut Allah dalam Al-Qur'an kehidupan yang
berpangkal dari hasil nyolong Ilmu dari Al-Qur'an kemudian dinyatakan sebagai
penemuan dia, tanpa mengikuti Uswah Nabi, hasilnya adalah Bathil alias batal
yaitu tidak pernah menghasilkan sesuai dengan yang mereka cita-citakan.
Enam puluh
empat tahun Indonesia Merdeka, Jurang antara yang miskin dan yang kaya semakin
terbuka karena kita menganut paham persaingan bebas, sehingga siapa kuat diapun
tujuh turunan akan kuat dalam menguasai ekonomi Bangsa. Beda halnya dengan
konsepsi Ilmu dalam Al-Qur'an yang dikatakan oleh Allah "Kal-bunyan"
atau hadits Nabi "Kal jasadil wahid" kehidupan sosial masyarakat
Mukmin itu bagaikan "satu tubuh", yang apabila satu bagian merasa
sakit maka semua akan merasa sakit. Inilah kehidupan yang Haq, objektiv sesuai
dengan hakekat penciptaan manusia itu sendiri.
Masih banyak
yang akan kita bahas tentang ILMU Allah ini, hanya untuk perkenalan, Allah
mengajarkan pada surat Qalam, Nun (lambang huruf akhir dari Al-Qur'an)
Wal-Qalami wamaa yashturun Demi Qalam Allah yang (berisi konsep hidup Ilmiyah)
menjadi jawaban atas semua konsep hidup karya manusia. Maa anta bini’mati
Rabbika bimajnun. Anda (Muhammad dan orang-orang yang mengikuti anda) dengan
Ilmu Allah ini bukan omongan orang sakit ingatan. Wa inna laka la-ajran gaira
mamnun Sesungguhnya anda dengan da'wah Al-Qur'an menurut Sunnah Rasul ini akan
mendapatkan imbalan yang tidak putus-putusnya Wa-innaka la'alaa khuluqin aziim
Seterusnya anda (dengan Al-Qur'an menurut Sunnah Rasul-Nya ini) akan mengjudkan
satu kehidupan agung. Fasatubshiru wa yubsiruun Kelak nanti anda akan
menyaksikan dan merekapun akan menyaksikan Biayyikumul maftuunsiapa sebenarnya
yang sakit konsepnya Ini adalah jawaban Allah, bahwa betapapun mereka dengan
para ahli sekalipun tidak akan bisa mencapai kehidupan adil makmur bagi seluruh
rakyat ini, jika mereka tidak mengindahkan Ilmu Allah yang bernama Al-Qur'an.
Qalam Allah adalah rangkaian keterangan dari Allah terhadap Pasti Alam dan
peradaban/kebudayaan manusia disebut juga Tanziilun minrabbil 'aalamiin
Sebaliknya Ilmu pengetahuan hasil pengamatan manusia itu adalah tanziilun min
'aalamin atau turunan ilmu dari hasil melihat alam tanpa ada Allah dalam
pandangan mereka. maka kabura 'alal musyrikiina 'alaa maa tad'uhum = bual
besar mereka yg hidup dualisme atas ilmu
( naturalisme ) yg mereka kampanyekan / dakwahkan. karena Alam sebenarnya
tunduk terhadap bihusban ( ilmu matematisnya Allah ) yaitu Al- maqadir ( blue
print Alam semesta ). Bersambung.
Hubungan
amraini dgn kitabullahi wa sunnatu rasulihi klo kita buat persamaan adalah
amraini = kitaaballahi wa sunnata rasuulihi, jd jika kita memahami amraini = Al
Quran menurut Sunnah RasulNya (lihat kembali penjelasan sy diatas) sama saja
mengatakan 2 = 1 tetapi jika kita memahami amraini = Al Quran dan/bersama
Sunnah RasulNya maka sama saja 2 = 2, ok. Silahkan pilih yang mana!
Sesuatu yang
berhubungan belum tentu sama. dan sebuah kata harus dipandang dari sudut yang
mengucapnya. kata "menurut"(bahasa indonesia), dalam kamus besar
manapun tidak pernah bermakna =(sama dengan) melainkan alternatifnya bermakna
"sesuai dng"(tidak melanggar, tidak bertentangan dng); selaras dng:
contoh: tindakan itu sudah sesuai dengan/menurut peraturan yg berlaku. Tapi
kata "dan" walaupun juga kata penghubung, bermakna sebagai penghubung
satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yg setara, yg termasuk tipe yg
sama serta memiliki fungsi yg tidak berbeda: contoh: ayah -- ibu, bibi --
paman, serta para anak, cucu, -- kemenakan bersama-sama merayakan 50 tahun
perkawinan nenek mereka. Jadi bermakna "penambahan" apalagi dimaknai
sebagai "bersama". Maka arti sesungguhnya
adalah=berbareng;semua;seiring dng.Jadi bukan lagi 2=2 tapi 2+1=3.
Kata
"sesuai dengan" memiliki arti yang berbeda dengan
"mengikuti". Kalau "sesuai dengan", menghubungkan fungsi
keduanya, contoh:
1. perbuatan
orang itu sesuai dengan teorinya (tidak menerangkan kerja berbuat ).
2. konsep
alquran sesuai dengan praktek sunnah rasulNya (juga tidak menerangkan kerja
berbuat). Lain soal dengan "mengikuti".
Contoh:
1. Perbuatan
orang itu mengikuti teorinya (menerangkan kerja berbuat).
2. Teorinya
itu mengikuti perbuatan orang itu (juga menerangkan kerja berbuat).
Disinilah
pentingnya kita belajar tata bahasa Indonesia sebagai alat mencapai makna agar
kita juga bisa membedakan mana kalimat yang menerangkan hubungan fungsinya dan
atau menerangkan kerja berbuat.Kalau alatnya sudah rusak, Bagaimana bisa
mencapai makna?. Sepertihalnya kita ingin makan durian tentu pakai alat bukan??
entah alat itu apa pokoknya alat. Memang sih yang mau kita makan isinya dan
bukan kulitnya apalagi alatnya, Tapi kalau alatnya tidak ada atau rusak
bagaimana??
Karena
kesalahpahaman mereka pada istilah "ni'matul bid'ah". Bid'ah hasanah
adalah istilah baru yang dimunculkan (entah oleh siapa) sebagai terjemahan dari
kata "ni'matul bid'ah". Apa itu "ni'matul bid'ah"? Begini
ceritanya, suatu hari, Khalifah Umar r.a melihat sekelompok orang melakukan
sholat berjamaah pada malam ramadhan setelah isya (orang-orang menyebutnya sholat
tarawih), lalu Umar ditanya tanggapannya mengenai hal itu. Maka beliau
menjawab: "ni'matul bid'ah hadzihi" artinya: ini (sholat yang
dilakukan mereka) adalah bid'ah terbaik". Padahal yang dimaksud beliau
adalah sebaliknya, yaitu bid'ah yang paling sesat! Mengingat "kullu bid'ah
dhalalah (setiap bid'ah itu sesat)". Jadi yang dimaksud "ni'matul
bid'ah" adalah bid'ah yang benar-benar menyesatkan! Bid'ah yang terbaik
(sesatnya) di antara bid'ah-bid'ah yang lain. Sayangnya, orang-orang salah
menafsirkan, ni'matul bid'ah (bid'ah terbaik) diartikan bid'ah hasanah (bid'ah
yang baik). Kesalahpahaman ini bisa terjadi jika kita tidak mengerti gaya
bahasa. Misalnya, seorang ibu melarang anaknya main tanah lumpur, tapi ternyata
anaknya tetap main sehingga bajunya kotor 'belepotan', lantas ibunya marah
"hmm.. Bagus sekali bajumu, nak!!!" Orang yang tidak mengerti gaya
bahasa ini, akan mengartikan bahwa si anak memakai baju baru atau baju yang
paling bagus! Lucu kan? Padahal maksudnya, bajunya jadi kotor sekali!
Artikel terkait:
Latar Belakang Bangsa Indonesia:
Sejarah Bangsa Yahudi:
Bagian 1:
Bagian 2:
Bagian 3:
Langkah-langkah Yahudi dalam Menguasai Dunia:
Tokoh Pembaharu Makna Islam:
Agama absurb:
MATERI-MATERI UNTUK COMPARATIVE STUDY:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar