Minggu, 20 April 2014

KETIKA HADIST BUKAN LAGI TERMASUK DALAM SUNNAH RASUL


HADIST = Catatan dari perkataan dan perbuatan pribadi individu rasul SAW yg terikat dgn tempat, zaman dan kultur pd masa itu
SUNNAH = Perjalanan rasul SAW dan para sahabat dalam membentuk peradaban menurut ALQURAN




PERBEDAAN HADIST DAN SUNNAH

Orang sering menyamakan antara hadits dan sunnah,padahal 2 hal ini berbeda.Nabi bersabda :”Aku tinggalkan diantara kalian 2 perkara yang kamu tidak sesat selama berpegang pada keduanya: Kitab suci dan sunnah Rasul-Nya”.

Jadi yang disebut di atas bukan hadits tapi sunnah,lalu apa bedanya?

1. Sunnah
Pengertian sunnah lebih luas dari hadits termasuk hadits yang shahih sekalipun.Sunnah adalah segala tindakan dan contoh yang dilakukan Nabi dalam menerjemahkan ayat AQ dalam menghadapi kasus-kasus ketika di masa hidup beliau dan ini jauh lebih akurat dipelajari dari kitab tentang sejarah biografi Nabi Muhammad seperti yang telah ditulis oleh Ibnu Ishaq (wafat 151 H) yang kemudian disunting oleh Ibnu Hisyam (wafat 219 H). Tapi tentu saja kita tidak bisa mencontoh tindakan Nabi ini bulat-bulat tanpa memahami konteks kejadiannya waktu itu,untuk itulah memahami teladan Nabi juga harus paham sejarah,budaya arab masa itu,bahasa arab,dan proses penerjemahan bahasa arab ke indonesia. Akan banyak keanehan kalo kita meniru bulat-bulat sunnah Nabi tanpa memahami prinsip besarnya,kalo memang harus niru bulat-bulat kenapa tidak sekalian aja kita naik onta saja daripada mobil,kan mobil buatan orang non muslim kan.

2. Hadits
Pengertian hadits kebanyakan ditujukan pada kitab hadits yang ditulis oleh Al Bukhari dan Muslim yang kadang juga merujuk ke kitab-kitab koleksi Ibnu Majah,Abu Dawud,Al Turmudzi dan Al Nasa’i,dll.Pembukuan hadits baru dimulai di awal abad ke-2 Hijriah hingga pertengahan abad ke-3 Hijriah. AL Bukhari membukukan hadits dengan metode yang dibuat oleh Imam Syafii.Jarak penulisan yang panjang dari masa hidup Nabi inilah yang membuat banyak kontroversi dalam isi hadits,tapi bukan berarti kita lantas tidak mempercayai 100% sebuah hadits,tapi alangkah lebih baiknya kita merujuk ke ALQUR'AN dulu jika ada hadits yang kontroversial, inna ila rabbika ruj'a (QS Al Alaq:8, Sesungguhnya hanya kepada Alquran dan sunnah rasul lah pembimbing kalian sebagai rujukan) , apakah sesuai dengan semangat dasar AQ.Bahkan sampai sekarang pun kita tetap perlu meneliti hadits-hadits Nabi tersebut dengan metode yang bisa jadi lebih canggih daripada Al Bukhari dan ulama lain dengan sumber-sumber yang lebih lengkap karena perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
----------------------------------------------------

Lho, kok?! Begitu mungkin tanggapan kaum muslim umumnya membaca judul di atas Bagi mereka hadist identik dengan sunnah rasul, kebenarannya mutlak ke-2 sesudah Al Quran. Meski disamping itu mereka akui hadits bukan kitab suci dan tidak ada kewajiban beriman kepada hadits. Ambigue?! Tentu, dan perlu peninjauan kembali yang sungguh-sungguh.

Bukankah banyak ucapan Rasulullah yang maksudnya melarang membukukan hadits? Yang seharusnya diterima sebagai hal prinsipiil? Larangan itu antara lain tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Said Al Khudri, yang berkata: “Bersabda Rasulullah SAW : ‘Janganlah kamu tuliskan ucapan-ucapanku! Siapa yang menuliskan ucapanku selain al Qur’an, hendaklah dihapuskan, dan kamu boleh meriwayatkan perkataan-perktaan ini. Siapa yang dengan sengaja berdusta terhadapku, maka tempatnya adalah neraka.’”

Muslim, Zuhd 72; Hanbel 3/12,21,39: “Muhammad berkata: ‘Jangan menulis apapun dariku KECUALI Al-Qur’an. Siapapun yang menulisnya, hancurkanlah tulisan itu.’”

Pemikiran-pemikiran jernih kita akan menemukan yang menjadi penyebab dalam batin atau visi Rasulullah melarang penulisan dan pembukuan hadits adalah :

a. Khawatir terjadi kekaburan atau distorsi antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasul.

b. Takut berpegangan atau cenderung menulis hadits tanpa ditela’ah.

c. Khawatir orang-orang kebanyakan berpedoman pada hadits saja, tinggal menirukan tanpa ijtihad.

Alasan-alasan tersebut ternyata aktual dan terbukti akibat dan dampaknya sangat buruk bagi perkembangan Islam.

Al-Dzahabi, ketika menulis biografi Abu Bakar, mengisahkan satu peristiwa ketika Abu Bakar mengumpulkan orang banyak setelah Nabi saw wafat. Abu Bakar berkata: “Kamu sekalian meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah saw, sehingga kalian bertengkar. Nanti orang-orang sesudah kalian akan lebih keras lagi bertikai. Janganlah kalian meriwayatkan hadits sedikit pun dari Rasulullah saw. Bila ada orang yang meminta kalian (meriwayatkan hadits), katakan di antara kita dan Anda ada Kitab Allah, halalkan apa yang dihalalkannya dan haramkan apa yang diharamkannya.”

Sikap Umar terhadap hadist adalah sikap Abu Bakar juga. Baik Abu Bakar maupun Umar, menegaskan sikap mereka dengantindakan. Mereka melarang periwayatan hadits dengan keras. Aisyah bercerita, “Ayahku telah menghimpun 500 hadits dari Nabi. Suatu pagi beliau datang kepadaku dan berkata, “Bawa hadits-hadits itu kepadaku. Saya pun membawakan untukmu.” lalu membakarnya dan berkata: Aku takut setelah aku mati, meninggalkan hadits-hadits itu kepadamu.”

Abu Bakar dan Umar adalah dua khalifah pertama yang termasuk al-Khulafa’ al-Rasyidun. Tidak heran bila sebagian besar sahabat, juga sebagian besar tokoh tabi’un seperti Sa’id ibn Jubair, al-Nakha’i, al-Hasan bin Abu al-Hasan, Sa’id bin Musayyab tidak mau menuliskan hadits. Larangan keras membukukan hadits tersebut sudah barang tentu dipatuhi umumnya umat Islam di mana-mana waktu itu. Situasi seperti ini berlangsung sampai paruh terakhir abad kedua Hijrah.

Sampai pada suatu ketika beberapa orang mulai merintis pengumpulan dan penulisan hadits. Mereka adalah Ibnu Jurayj di Makkah, Malik di Madinah. Al-Awza’i di Syria, Sa’id bin Abu ‘Urwah di Basrah, Mu’ammar di Yaman, dan Sofyan al-Tsawry di Kufah. Anehnya hal itu dibiarkan saja oleh yang lain. Adapun alasan umum para penggerak hadits tersebut adalah bahwa Al Quran berisi petunjuk dalam pokok-pokok dan garis besar saja. Sementara keadaan telah berkembang jauh dan umat memerlukan pedoman yang melengkapinya.

Catatan kita bahwa bila hanya dalam kurun waktu kala itu mereka belum cukup dengan wawasan Al Quran dan mungkin juga mereka merasa gamang. Ada firman Allah yang menjamin “Tidak ada yang Kami lewatkan dalam Kitab ini sedikit pun, dan al-Qur’an itu menjelaskan segala sesuatu.”

Kemudian sesudahnya membanjir hadits-hadits yang konon dalam jumlah hingga ratusan ribu.

Beberapa orang orientalis berpendapat, sunnah adalah praktek kaum muslim pada zaman awal. Sebagian kandungan sunnah berasal dari kebiasaan Jahiliyah (pra-Islam) yang dilestarikan dalam Islam. Sebagian lagi hanyalah interpretasi para ahli hukum Islam terhadap praktek kebanyakan umat Islam yang ada, di tambah unsur-unsur yang berasal dari kebudayaan Yahudi, Romawi, dan Persia. Ketika gerakan hadits muncul pada Abad 3 Hijrah, seluruh sunnah yang ada, dinisbahkan kepada Nabi saw, dan disebut “Sunnah Nabi.” Pendapat tersebut memang bersifat kasar, tidak teliti, dan mungkin juga kurang berdasar.

Fazlur Rahman, dari kalangan muslim, mengkoreksi pandangan orientalis ini dengan argumen penegasan. Bahwa sementara kisah perkembangan Sunnah di atas hanya benar sehubungan dengan kandungannya, tapi tidak benar sehubungan dengan konsepnya yang menyatakan bahwa kandungan sunnah yang bersumber dari Nabi tidak banyak jumlahnya dan tidak dimaksudkan bersifat spesifik secara mutlak. Sunnah Nabi tetap merupakan konsep yang memiliki validitas dan operatif, sejak awal sejarah Islam hingga masa kini.

Para sahabat bersungguh-sungguh memperhatikan perilaku Nabi saw. sebagai teladan. Mereka berusaha mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah Nabi saw. wafat, berkembanglah penafsiran individual mereka terhadap teladan Nabi itu. Boleh jadi sebagian sahabat memandang perilaku tertentu sebagai sunnah, tapi sahabat yang lain, tidak menganggapnya sunnah. Lebih lanjut, walaupun landasannya yang utama adalah teladan Nabi, hadits merupakan hasil karya generasi-generasi muslim. Hadits adalah keseluruhan aphorisme yang dikemukakan seolah-olah dari Nabi. Hadits juga tidak bersifat historis. Dapat dikatakan hadits adalah komentar yang besar mengenai Nabi oleh umat muslim di masa lampau.

Maraknya ide-ide, berkembang di Madinah, Kuffah, dan secara berangsur-angsur di daerah kekuasaan kaum muslim yang luas hadits-hadits yang disepakati. Ketika gerakan hadits unggul, ijma’ (yang merupakan opinio publica) dan ijtihad (yang merupakan proses interpretasi umat terhadap ajaran Islam) menjadi tersisihkan.

Karena demikian meluas dan menanjaknya hadits, terbuka peluang pada pemalsuan hadits. Para penguasa muslim pun berminat menanamkan pengaruhnya melalui hadis. Karena itu hadits mendapat legitimasi dan bila perlu dengan paksaan.Untuk memperparah keadaan, tidak adanya rujukan tertulis menyebabkan banyak orang secara bebas membuat hadits untuk kepentingan politis, ekonomi, atau sosiologis. Periwayatan hadits palsu terbuka baik untuk orang taat maupun orang sesat, yang meriwayatkan apa saja yang mereka inginkan tanpa takut kepada siapapun.”

Bila kita membuka kitab-kitab hadits, segera kita menemukan banyak riwayat di dalamnya, tidak berkenaan dengan ucapan, berbuatan atau taqrir Nabi saw. Namun jangan terkejut juga kalau ahli hadits bahkan menyebut riwayat para ulama di luar para sahabat juga sebagai hadits. Yang paling menyusahkan kita ternyata banyak hadts semacam itu tetap dinyatakan shahih oleh para ahli ilmu hadits. Boleh jadi banyak amal yang kita lakukan selama ini ternyata bersumber pada “hadits” yang bukan hadits. Yang, tidak jarang bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw.

Dalam penelitian disertasi doktoral bidang hadits yang diujikan menemukan kesimpulan sementara bahwa 80% sunnah yang dijalankan Umat Islam bukan sunnah Nabi.

Rasulullah Melarang Menulis Hadis
Apa yang diberikan Rasul padamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr: 7). Dari firman Allah ini dijelaskan bahwa apa yang dilarang oleh Rasulullah saw harus ditinggalkan. Diantaranya adalah menulis selain al-Quran.

Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kalian menulis sesuatu dari saya kecuali al-Quran. Barang siapa yang menulis dari saya selain al-Quran, maka hapuslah” (HR Ahmad No 11362, Muslim No 3004, Abu Ya’la No 1209, ad-Darimi No 450 dan Ibnu Hibban No 6254),

Namun Rasulullah Saw memberi keringanan kepada seorang sahabat yang minta dituliskan hadis-hadis Rasulullah Saw, yaitu saat Nabi berkhutbah dalam haji perpisahan; Lalu Abu Syah, seorang lelaki dari Yaman berkata: “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!” Rasulullah Saw bersabda: “Tuliskanlah untuk Abu Syah!”. al-Walid (perawi) bertanya: “Apa yang ia maksud dengan perkataannya “Tuliskanlah untuk saya, wahai Rasulullah!”. Auzai menjawab: “Yaitu khutbah yang ia dengar dari Rasulullah” (HR al-Bukhari No 2434 dan Muslim No 3371)

Sebagaimana diketahui, keringanan ini oleh Rasulullah ditujukan kepada Abu Syah. Namun beberapa sahabat yang lain memiliki beberapa catatan yang berisi hadis-hadis Rasulullah Saw, seperti riwayat berikut:
Dari Ali, ia berkata: Kami tidak menulis dari Rasulullah Saw kecuali al-Quran dan hal-hal yang ada dalam lembaran ini (hadis yang menjelaskan tentang perjanjian sesama muslim, luas Madinah dan sebagainya)…” (al-Bukhari No 3179). Begitu pula dari Abu Hurairah, ia berkata: “Tidak ada dari sahabat-sahabat Nabi Saw yang hafal hadis lebih banyak dari saya, selain dari Abdullah bin Amr (bin Ash). Sebab dia menulis dan saya tidak menulis” (al-Bukhari 113)

Penulisan hadis dikalangan sahabat kala itu masih terbatas perorangan, tidak semua menulisnya, karena memang Rasulullah Saw melarangnya. Setelah Rasulullah wafat, bahkan selesainya masa khulafa’ ar-Rasyidin juga belum ada penulisan hadis yang baik, meskipun di masa khalifah telah rampung membukukan al-Quran yang pada awalnya baik Khalifah Abu Bakar, Amirul Mu’minin Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ragu untuk membukukan al-Quran dengan alas an sederhana, ‘karena tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw’.

Baru di masa Dinasti Bani Umayyah ketika dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz yang banyak disebut sebagai Khalifah yang kelima, ia memberi perintah:
Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Hazam (Gubernur di Madinah): Lihatlah apa yang ada dalam hadis Rasulullah, lalu tulislah. Sebab saya takut akan hilangnya ilmu dan wafatnya ulama. Jangan kau terima kecuali hadis Rasulullah Saw, sebarkan ilmu, hendaklah duduk mencari ilmu hingga orang yang belum tahu menjadi tahu. Sebab ilmu tidak akan hilang sehingga menjadi rahasia” (Sahih Bukhari secara Muallaq 1/186)
al-Hafidz IbnunHajar berkata:

Dari sinilah awal pembukuan hadis  Nabi. Sebelumnya mereka berpedoman pada hafalan. Maka ketika Umar bin Abdul Aziz khawati hilangnya ilmu dengan wafatnya para ulama pada awal 100 tahun pertama hijriyah, Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa dalam pembukuan hadis akan semakin membuat akurat pada hadis dan kekal” (Fath al-Bari 1/163). Gayungpun bersambut, dialah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H) yang pertama kali merespon permintaan penulisan hadis. Kemudian disusul secara serempak dari berbagai kota, di Makkah ada Ibnu Juraij, di Madinah ada Ibnu Ishaq, di Kufah ada Rabi’ bin Shabih, Said bin Arubah, Hammad bin Salamah, dan Sufyan ats-Tsauri, di Syam ada Auzai, di Yaman ada Hisyam dan Ma’mar. Mereka semua hidup dalam satu generasi.

Generasi berikutnya adalah masa keemasan kodifikasi hadis, dengan lahirnya para ulama yang mendermakan hidup dan perjuangannya untuk hadis dan berkelana mencari hadis, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad bin Hanbal dan sebagainya (Dr. Muhammad Luthfi Shabbagh, al-Hadis an-Nabawi). Mengapa saat itu tidak terdengar suara lantang tentang perbuatan “Bid’ah” ini? Padahal mereka adalah ahli hadis semua? Ataukah para ahli hadis ini mengerti bahwa yang telah diperjuangkan ini adalah Bid’ah yang baik

Abu Bakar r.a Membakar Kumpulan Hadits.
Aisyah r.ha berkata, “Ayahku, Abu Bakar, memiliki catatan berisi 500 Hadits yang telah ia kumpulkan”. Pada suatu malam Aisyah melihat ayahnya sangat gelisah dan berbaing membolak balikan badannya. Aisyah pun bertanya “apakah engkau sakit atau ada sesuatu yang membebani pikiranmu?” Namun pada malam itu Abu BAkar tetap gelisah dan cemas. Keesokan harinya Abu Bakar  bertanya kepada Aisyah “Dimanakah catatan haditsku yang pernah aku berikan kepadamu?” Aisyah pun mengambilnya dan memberikan kepadanya. Ternyata dia membakar catatan itu. Aisyah bertanya, “Mengapa dibakar?” Abu Bakar pun menjawab “Aku ragu jika ada kekhilafan lalu aku meninggal, sedangkan catatan ini masih ada padaku. Jika sampai kepada tangan orang lain, lalu mereka menggangapnya dapat dipercaya, dan ternyata dalam catatan ini ada kesalahan, tentu hal itu akan mencelakakanku.” (Tadzkiratul Huffadz).

Dapat dibayangkan betapa banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang diingat oleh Abu Bakar r.a, namun sangat sedikit hadits yang diriwayatkan olehnya.
Prinsip bahawa hadis memiliki kesahihan, seperti yang diperakui al-Quran, tidak dipertikaikan langsung di kalangan syiah mahupun di kalangan semua umat Islam. Tetapi kerana kegagalan beberapa pemerintah awal Islam dalam memelihara dan menjaga hadis, dan sikap tidak berhati-hati beberapa sahabat Nabi dalam penyebaran penulisan hadis, pengumpulan hadis menghadapi beberapa cabaran. Di satu segi ada khalifah masa itu menghalang penulisan dan rakaman hadis seraya mengarahkan mana-mana tulisan hadis dibakar. Seringkali juga sebarang kegiatan penyebaran dan kajian hadis dilarang.[1] Lantaran itu sebilangan hadis telah dilupakan atau hilang dan beberapa yang sempat dirawikan berubah dan menyelewing maksudnya.

Dalam pada itu  kecenderungan lain juga wujud di kalangan sekumpulan lain sahabat nabi yang telah diberi penghormatan hidup sezaman dengan beliau dan mendengar sendiri sabda-sabda beliau. Kumpulan yang dihormati oleh beberapa khalifah dan kaum muslimin, memulakan satu usaha yang gigih untuk menyebarkan hadis. Ia menjadi sedemikian rupa sehinggakan kadang-kadang hadis boleh menolak Al-Quran dan ketetapan ayat al-Quran dimansukhkan oleh hadis mereka.[2]

Selalunya perawi hadis akan menjelajah beribu batu dan menanggung semua kesukaran bermusafir hanya untuk mendengar sepotong hadis. Ada juga orang asing yang menyamar sebagai orang Islam dan juga musuh dari kalangan Islam sendiri mula mengubah dan memutar-belitkan beberapa hadis sehingga kebenaran dan kesahihan hadis itu boleh dipertikaikan oleh saksi-saksi hadis itu sendiri. [3]

Di atas sebab itu para ulama Islam mula berfikirkan satu penyelesaian. Mereka mencipta beberapa kaedah memeriksa biografi perawi hadis dan kekuatan perawian untuk kita dapat membezakan antara hadis yang benar dan palsu. [4]
------------------------------------------------

Ada 28 kemunculan kata hadits dalam Al-Quran dan akan ditunjukkan di bawah ini. Harap diperhatikan konteks (ayat-ayat sebelum dan sesudahnya) karena hal ini sangat penting untuk memahami makna ayat yang sebenarnya:
  1. Pada hari itu orang-orang yang menolak dan mendurhakai Rasul menginginkan bumi menelan mereka, tetapi mereka tidak dapat menyembunyikan HADITS dari Allah. [4:42]
  2. Dimanapun kamu berada, kematian akan menemukan kamu, bahkan jika kamu berada di menara-menara benteng. Jika menimpa pada mereka kebaikan, mereka berkata: “Ini dari Allah,” dan jika ada yang buruk menimpa mereka, mereka berkata: “Ini adalah dari Engkau!” Katakanlah: “Semua dari Allah,” apa yang salah dengan orang-orang ini, mereka hampir tidak memahami sebuah HADITS-pun! [4:78]
  3. Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia akan mengumpulkan kamu pada hari kebangkitan yang tentangnya tidak ada keraguan. Siapa yang lebih benar dalam hal HADITS dibanding Allah?. [4:87]
  4. Dan sungguh telah diturunkan kepada kamu dalam Al-Kitab, bahwa jika kamu mendengar ayat-ayat Allah akan ditolak dan diolok-olok, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka pindah ke sebuah HADITS yang berbeda, jika tidak (kamu lakukan), maka kamu seperti mereka. Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka semuanya bersama-sama [4:140]
  5. Dan jika kamu melihat orang-orang yang campur tangan dalam ayat-ayat Kami, maka berpalinglah kamu dari mereka sampai mereka campur tangan dalam sebuah HADITS yang berbeda; dan jika setan memungkinkan kamu lupa, maka jangan duduk dengan orang-orang dzlim setelah ingat [6:68]
  6. Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi, dan semua yang Allah telah ciptakan?. Mungkin saat mereka datang waktu dekat, maka dalam HADITS yang mana setelah ini mereka akan iman? [7:185]
  7. Dan adalah sedemikian rupa sehingga Tuhanmu telah memilih kamu, dan Dia mengajarkan kamu ta‘wil HADITS, dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia menyempurbakan nikmatNya kepada dua orang nenek moyangmu sebelum itu, Abraham dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui, Bijaksana. [12:06]
  8. Dan orang dari Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya: ‘Jadikan tempat tinggalnya yang murah hati, barangkali ia akan menguntungkan kita atau kita pungut dia menjadikan sebagai anak’. Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir dan agar Kami mengajarkan kepadanya men-ta‘wil HADITS. Dan Allah memiliki kekuasaan penuh atas urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu. [12:21]
  9. “Ya Tuhanku, Engkau telah memberi saya kedaulatan dan mengajar saya men-takwil HADITS. Pencipta seluruh langit dan bumi, Engkau pelindungku di dunia ini dan akhirat. Jadikanlah aku mati sebagai muslimin, dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang sholih. [12:101]
  10. Dalam cerita mereka adalah pelajaran bagi orang-orang berakal. Itu bukan sebuah HADITS yang diada-adakan, tetapi membenarkan tentang apa yang sudah ada dan memerinci segala sesuatu, dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang memiliki iman. [12:111]
  11. Mungkin kamu akan menyiksa diri kamu karena kesedihan atas mereka, karena mereka tidak akan beriman pada HADITS ini sama sekali. [18:06]
  12. Dan apakah HADITS dari Musa datang kepada kamu? [20:09]
  13. Kemudian Kami mengutus Rasul-rasul Kami berturut-turut. Setiap kali datang kepada suatu bangsa Rasulr mereka, mereka menyangkal dia. Maka Kami jadikan mereka mengikuti satu sama lain, dan Kami jadikan mereka HADITS-HADITS. Maka kebinsaanlah kepada orang-orang yang tidak percaya. [23:44]
  14. Dan di antara orang-orang, ada orang yang menerima HADITS tidak berdasar untuk menyesatkan dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan membawanya sebagai olok-olok. Mereka akan memiliki azab yang menghinakan. [31:6]
  15. Hai orang-orang yang beriman, jangan memasuki rumah Nabi kecuali jika kamu diundang untuk makan, tanpa kamu memaksa undangan seperti itu. Tetapi jika kamu diundang, kamu dapat masuk. Dan ketika kamu selesai makan, kamu harus pergi, tanpa menginap untuk menunggu sebuah HADITS. Hal ini biasanya mengganggu Nabi, dan dia malu untuk memberitahu kamu. Tetapi Allah tidak menghindar dari kebenaran. Dan jika kamu meminta kepada mereka (para istri Nabi) sesuatu, memintalah kepada mereka dari belakang penghalang. Yang demikian ini lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti utusan Allah, atau kamu menikah dengan istri-istrinya setelah dia selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (disanya) di sisi Allah. [33:53]
  16. Tetapi mereka berkata: “Ya Tuhan kami, jadikanlah ukuran antara perjalanan kami lebih panjang’, dan mereka menganiaya diri mereka sendiri. Maka Kami jadikan mereka HADITS, dan Kami mencerai-beraikan mereka ke dalam kelompok-kelompok kecil. Sesungguhnya dalam hal demikian ini ada tanda-tanda bagi setiap orang yang sabar yang bersyukur. [34:19]
  17. Allah telah menurunkan HADITS yang terbaik, sebuah buku yang mirip dengan dua cara. Kulit orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka gemetar karenanya, kemudian kulit mereka dan hati mereka melunak untuk mengingat Allah. Demikianlah petunjuk Allah; Ia menuntun dengan itu siapa yang Dia kehendaki. Dan bagi siapa saja yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat membimbingnya. [39:23]
  18. Ini semua adalah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan kebenaran. Maka, dengan HADITS yang manakah setelah Allah dan ayat-ayat-Nya yang mereka percaya? [45:6]
  19. Apakah HADITS tentang tamu mulia Ibraham datang kepada kamu? [51:24]
  20. Hendaklah mereka mendatangkan HADITS seperti ini, jika mereka benar. [52:34]
  21. Apakah kamu mempertanyakan HADITS ini? [53:59]
  22. Apakah kamu mengabaikan HADITS ini? [56:81]
  23. Dan ingatlah ketika Nabi telah mempercayakan kepada sebagian istri-istrinya sebuah HADITS tertentu, maka salah satu dari mereka menyebarkannya, dan Allah memberitahu dia tentang hal itu. Dia kemudian memberitahu seorang istrinya sebagian dari berita tersebut, dan mengabaikan sebagian yang lain. Isterinya berkata: “Siapa yang memberitahu kamu tentang ini?”. Dia berkata: “Aku diberitahu oleh yang Maha mengetahui, yang paling Ahli ‘. [66:3]
  24. Oleh karena itu, biarkan Aku berurusan dengan orang-orang yang menolak HADITS ini, Kami akan memimpin mereka dari arah yang mereka tidak pernah merasakan. [68:44]
  25. Maka kepada HADITS apakah setelah ini mereka akan beriman? [77:50]
  26. Sudahkah sampai kepada kamu HADITS Musa? [79:15]
  27. Sudahkah sampai kepada kamu HADITS tentang pasukan? [85:17]
  28. Sudahkah sampai kepada kamu HADITS tentang sesuatu yang akan membebani? [88:1]

Kesimpulan
1)     Allah menggunakan kata HADITS untuk menggambarkan Al-Quran itu sendiri, dan juga maknanya yang bersifat umum.
2)     Al-Quran tidak pernah menggunakan kata hadits dengan cara kata yang umum digunakan pada saat ini (yaitu merujuk semata-mata kepada “hadits“ Nabi Muhammad, atau buku-buku “hadits“), yang dipahami sebagai 6 buku Hadits yang disusun antara tahun 180-280 H setelah meninggalnya Nabi Muhammad. Jauh setelah Al-Qur’an.
3)     Pada ayat 12:111 Allah menyatakan HADITS ini (Al-Quran) mem-fasal-kan/ memerinci segala sesuatu.
4)     Ada orang yang menerima HADITS yang tidak berguna, menurut ayat 31:6.
5)     Allah menyatakan bahwa Al-Quran adalah HADITS yang terbaik dan yang paling benar [4:87, 39:23].
Dan akhirnya … hanya ada dua ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan kata hadits dan Nabi bersama-sama dalam ayat yang sama.
1)     Yang memberitahu kita apa yang terjadi ketika Nabi mengatakan kepada istri-istrinya sebuah HADITS:
Dan ingatlah ketika Nabi telah mempercayakan kepada sebagian istri-istrinya sebuah HADITS tertentu, maka salah satu dari mereka menyebarkannya, dan Allah memberitahu dia tentang hal itu. Dia kemudian memberitahu seorang istrinya sebagian dari berita tersebut, dan mengabaikan sebagian yang lain. Isterinya berkata: “Siapa yang memberitahu kamu tentang ini?”. Dia berkata: “Aku diberitahu oleh yang Maha mengetahui, yang paling Ahli ‘. [66:3]
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka hati kamu telah mendengarkan. Tetapi jika kamu bersatu melawan dia, maka Allah adalah penolong dia, dan begitu juga Jibril dan orang-orang percaya yang benar. Juga, para malaikat adalah para pembantunya. [66:4]
Jika ia menceraikan kamu, Tuhannya akan menggantikan dengan istri yang lain di tempat kamu – yang lebih baik daripada kamu, patuh, beriman, taat, menyesal, pemuja, saleh, baik yang sebelumnya pernah menikah, atau yang perawan. [66:5]
2)     Yang memberitahu kita bahwa mereka yang tidak tinggal dengan Nabi dan menunggu hadits dari dia ketika di rumahnya, secara jelas menunjukkan bahwa Allah membedakan antara hadits tersebut dengan HADITS-NYA (sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran), haidist yang itu tidak sama dan tidak perlu:
Hai orang-orang yang beriman, jangan memasuki rumah Nabi kecuali jika kamu diundang untuk makan, tanpa kamu memaksa undangan seperti itu. Tetapi jika kamu diundang, kamu boleh masuk. Dan ketika kamu selesai makan, kamu harus pergi, tanpa tetap tinggal untuk menunggu sebuah HADITS. Hal ini biasanya mengganggu Nabi, dan dia malu untuk memberitahu kamu. Tetapi Allah tidak menghindar dari kebenaran. Dan jika kamu meminta kepada mereka (para istri Nabi) sesuatu, memintalah kepada mereka dari belakang penghalang. Yang demikian ini lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti utusan Allah, atau kamu menikah dengan istri-istrinya setelah dia selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (disanya) di sisi Allah. [33:53].
Silakan mempertimbangkan apa yang jawaban anda untuk pertanyaan yang dinyatakan oleh ayat 7:185, 45:6 & 77:50. Jika anda ragu-ragu atas jawaban yang mana yang harus seseorang berikan, silakan baca ayat-ayat yang mengikuti dua ayat di atas.

Ringkasan singkat pandangan penulis terhadap buku-buku hadits:

Tidak ada satupun yang dapat dianggap sebagai Firman Tuhan yang harfiah/ langsung, karena ini hanya terkandung dalam Al-Qur’an.
Ahadits tidak mewakili ucapan/ tindakan langsung dari Nabi Muhammad, tetapi merupakan LAPORAN tentang ucapan/ tindakannya oleh generasi berikutnya. Ini merupakan perbedaan yang sangat penting.
Beberapa informasi dalam buku-buku hadits bisa jadi benar, tetapi tidak ada cara untuk mengatakan bagian yang mana, kecuali kita menggunakan standar tertinggi untuk membandingkan, yaitu Al-Qur’an. Situasinya mirip dengan Alkitab (yang ditulis pada 100 tahun setelah meninggalnya Yesus), sebagian memang benar, tetapi tidak ada cara untuk mengatakan bagian yang mana, kecuali kita menggunakan standar tertinggi untuk membandingkan, yaitu Al-Qur’an.
Tidak ada informasi dalam buku-buku hadits yang dapat digunakan sebagai SUMBER HUKUM, karena Al-Quran sudah lengkap dalam hal ini dan tidak membutuhkan pelengkap.
Ahadits mungkin masih boleh digunakan sebagai SUMBER INFORMASI untuk meningkatkan pengetahuan kita, seperti buku-buku lainnya. Namun, studi Al-Qur’an harus menjadi yang pertama dan terpenting.
.................................................................

Surat An Nisaa'/4 ayat 59,"... Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),.... Farudduhu ilallah ditujukan bukan kepada Allah sbg Dzat, tetapi kembalikanlah semua urusan kpda ILMU nya ALLAH, ALQURAN. Surat Al Baqarah ayat 156, “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Hubungkan juga dengan Surat Al Alaq/96 ayat 8, Inna illa rabbika ruj’aa.Raji’un, ruj’a sama dengan kata bahasa indonesia RUJUKAN (kembali). “Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada ILMU ALLAH ALQURAN jualah kita kembali sebagai rujukan”. Orang mati, ILMU yang dibawa nya lah yang mati, bukan jasadnya yg mati, mati jasad adalah proses biologis alam, semua mahluk hidup akan mengalami, bukan musibah, yg menjadi musibah adalah ILMU yg dibawa si jasad mati. Kembalikan rujukan ILMU nya hanya kepada AlQuran, karena siapa tahu ILMU yang dibawa si jasad mati tersebut adalah ILMU aduk"an antara AlQuran dan SELERA/HAWA NAFSU (Insting dan Naluri) atau dualisme/musyrik...sprti halnya ilmu nya kang wahab dan kang mu'aw..

Surat An-Kabut:49, Bahkan yang demikian, alquran ini satu klasifikasi dan spesialisasi ayat-ayat dalam ikatan yang saling menjelaskan sesama nya adalah menjadi isi hati mereka yang telah pernah mendapat satu ilmu dari rasul” terdahulu, maka tdk ada yg membangkang trhdp pembuktian Kami ini kecuali para pedukung Dzulumat.
Aayaatun bayyinaatun = alquran ini satu klasifikasi dan spesialisasi ayat-ayat dalam ikatan yang saling menjelaskan sesama nya
Al-Hadist,...Alquraanu yufassiru ba’dhahum ba’dla = alquran itu saling menjelaskan diri antara satu ayat dengan ayat yang lainnya.



Patron/uswah kehidupan bukanlah arab, bukan adam, bukan ibrahim, bukan musa, bukan daud, bukan isa dan bukan ahmad bin abdullah, mereka adalah hanya sebatas jasad pelaksana saja sama halnya seperti kita sekarang (QS Al Kahfi/18:110, "Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "....." QS Fushshilat/41:6, "Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,), patron/uswah kehidupan adalah kitab yg sejak awal sudah tersimpan dan terpelihara di Lauh Mahfud, yg isi kesimpulan kitab tersebut adalah sama dan tidak ada perubahan dari awal hingga akhir (QS Al Israa/17 : 77, "(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapanterhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu". QS Al Fath/48:23, "Sebagai suatu sunnatullah  yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu"...(SUNNATULLAH = sunnah/perjalanan pembentukan peradaban manusia menurut ILMU ALLAH), hanya beda nama dan pelaku sajaPeradaban manusia bisa besar dikarenakan belajar pada 1 ILMU YG SAMA (AL-ASMA/ADAM, SUHUF ULA/IBRAHIM, ZABUR/DAUD, TAURAT/MUSA, INJIL/ISA, AL-QURAN/AHMAD), mereka dan kita tanpa ILMU tersebut adalah sama seperti halnya binatang-binatang yang ada (anjing, babi, monyet, dll). Ahmad bin Abdullah adalah bukan siapa-siapa jika tidak ada ILMU (AL-QURAN), begitu pun ISA, MUSA dan kita semua...Itu terbukti apabila bayi-bayi manusia jika dibuang ke hutan ataupun ke tempat yang tidak ada ILMU, merekahanya mempergunakan SELERA/HAWA NAFSU (INSTING DAN NALURI) sama sprti yg dilakukan binatang". Jadi kepada sahabat" semua, jgn pernah sekali" kultus individu,kultus lah terhadap ILMU yg telah dipraktekan oleh individu tersebut. Contoh manusia yang tidak mendapatkan ILMU, http://unikdiary.blogspot.com/2012/02/manusia-tarzan-memang-ada.html

2 komentar:

  1. ILMU YANG DITURUNKAN MELALUI SAAH,HASIL DARI PEMAHAMAN YANG PAS,DENGAN MAU-NYA MENURUT SUNNAH RASUL-NYA

    BalasHapus
  2. Ini bukan untuk diobral saudaraku.
    Cuma mengingatkan, selebihnya pilihanmu.

    BalasHapus