Rabu, 30 April 2014

HUBUNGAN SHALAT DAN ZAKAT DALAM ALQURAN



Semenjak  zaman sahabat memperingatkan satu hal penting, yaitu bahwa Qur’an selalu menghubungkan shalat dan zakat, zakat jarang sekali disebutkan tanpa shalat itu. Abdullah bin mas’ud berkata. “Kalian diperingatkan mendirikan shalat dan melaksanakan system ekonomi zakat, siapa yang tidak bersystem zakat berarti tidak ada arti shalatnya baginya.” Ibnu Zaid berkata, “Shalat dan zakat diwajibkan bersama, tidak terpisah pisahkan”. Kemudian ia membaca (QS Attaubah: 11) : bila mereka bertaubat mendirikan shalat, dan melaksanakan system zakat barulah mereka teman kalian satu system. Masalah zakat banyak dibahas dalam surat At Taubah satu surat dalam Qur’an yang menumpahkan perhatian besar pada system zakat.

Dalam Al-qur’an terkandung banyak ayat seperti aqimu shalah wa atuz  zakah. Tegakkan shalat dan system Zakat. Banyak orang yang memandang bahwa penggalan ayat tersebut adalah ukuran baik-buruknya seseorang. Shalat adalah media ritual yang dilaksanakan oleh seorang muslim kepada Allah agar mendapatkan konsep ILMU TEORI HIDUP. Sedangkan Zakat adalah suatu system ekonomi yang mencakup kepada produksi, distribusi dan konsumsi yang tidak bergantung kepada system ekonomi riba yang dikeluarkan oleh system blok barat dan blok timur, naturalis feodalis.

Shalat dan Zakat merupakan dua konsep kerja, alimul ghaib wa syahadah, ilmu teori dan praktek yang menjadi perbuatan pokok bagi setiap muslim. Keduanya juga disebutkan tidak kurang dalam 32 ayat dalam Al Quran secara berurutan. Di antaranya termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 43: "Dan dirikanlah shalat dan laksanakanlah system zakat dan tunduklah bersama-sama orang yang tunduk". Pada ayat ini terdapat pula tiga macam perintah Allah yang ditujukan kepada Bani Israel, ialah:
1. Agar mereka mendirikan shalat, yaitu melaksanakan shalat dengan cara yang sebaik-baiknya dengan melengkapi segala syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta menjaga waktu-waktunya yang telah ditentukan dan menghadapkan seluruh hati kepada-Nya dengan tulus dan khusuk.
2. Agar mereka melaksanakan system ekonomi zakat, karena zakat itu merupakan salah satu dari pernyataan praktek hidup yang ditawarkan Allah agar menumbuhkan hubungan yang erat antar sesama manusia dan karena zakat itu merupakan pengorbanan harta benda untuk membantu fakir miskin 8 ashnaf/golongan (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil). Dalam Quran surat at Taubah ayat 58-60, yang telah di sebutkan di atas bahwa sudah jelaslah disini, bahwa golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan. Dengan zakat itu pula dapat dilakukan kerja sama dan saling membantu dalam masyarakat, di mana orang-orang yang dhuafa memerlukan bantuan dari BaitulMaal. Dalam hubungan ini rasul SAW telah bersabda yang artinya: Orang mukmin terhadap mukmin yang lain tak ubahnya seperti sebuah bangunan (yang dibentuk oleh sebuah wadah yang dinamakan BaitulMaal), masing-masing bagiannya saling menguatkan (HR Bukhari dan Muslim).
3. Agar mereka ruku’ bersama orang-orang yang ruku’. Maksudnya ialah agar mereka masuk dalam jamaah kaum muslimin dan agar mendirikan shalat sebagaimana mereka mengerjakannya. Jadi ayat ini menganjurkan untuk mendirikan shalat dengan berjamaah (fase shalat jum’at) yang merupakan perpaduan jiwa dalam bermunajat kepada Allah dan menumbuhkan hubungan yang erat antara sesama mukmin dan karena dalam kesempatan berjamaah itu mereka dapat pula mengadakan musyawarah sesudah beribadah, untuk merundingkan usaha-usaha yang akan mereka lakukan, baik untuk memperoleh sesuatu kebaikan, maupun untuk membendung malapetaka yang akan menimpa. Dalam hubungan ini Rasulullah pun telah bersabda yang artinya: Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan beda 27 derajat lebih tinggi daripada salat seorang diri". (HR Bukhari dan Muslim). Maksudnya disini adalah mempraktekkan hasil penyerapan teori ilmu secara pribadi” (shalat tahajud dan 5 waktu) secara bersama” (berjamaah) adalah lebih baik dan utama daripada berpraktek secara pribadi individu.

Kita telah mengetahui, bahwa shalat menurut Islam terdiri dari bermacam-macam gerakan jasmaniyah, seperti ruku’, sujud, I’tidal dan sebagainya. Tetapi pada akhir ayat ini shalat tersebut hanya diungkapkan dengan kata-kata "ruku’ ini adalah untuk menekankan agar mereka menunaikan shalat itu benar-benar seperti yang dikehendaki Islam. Ayat-ayat yang senada dapat kita jumpai dalam surat al Bayyinah ayat 5, “padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengabdi hidup dengan ajaran Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada ajaran-Nya dalam (menjalankan) system kehidupan dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan melaksanakan system ekonomi zakat; dan yang demikian itulah system kehidupan IPOLEKSOSBUD yang lurus.(QS. 98:5)

Karena adanya perpecahan di kalangan mereka maka pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk mengabdi hidup dengan ajaran Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan system kehidupan mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti mengabdi hidup dengan ajaran Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik (dualisme system hidup) serta mematuhi sunnah (system kehidupan) Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya (system hidup diluar ajaran Allah). Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman yang artinya:
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah sunnah Ibrahim seorang yang hanif" (Q.S. An Nahl: 123) dan firman-Nya yang artinya:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah)" (Q.S. Ali Imran: 67)

Ayat ini merupakan jawaban bagi perdebatan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengenai system kehidupan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Mereka masing-masing berpendapat bahwa Ibrahim menganut system kehidupan yang dipeluk oleh golongannya. Pendapat mereka itu sebenarnya adalah dusta karena tidak didasarkan pada bukti-bukti yang nyata.Yang benar ialah keterangan yang didasarkan wahyu yang dipegang kaum muslimin, karena orang-orang Islam mempraktekan system seperti apa yang telah dipraktekan oleh Nabi. Maka jelaslah bahwa Nabi Ibrahim itu tidak memeluk system kehidupan Nasrani dan tidak pula Yahudi akan tetapi Nabi Ibrahim itu seorang yang taat kepada system ajaran Allah, tetap berpegang kepada petunjuk Allah serta tunduk dan taat kepada segala yang diperintahkan Nya. Kemudian Allah menegaskan hahwa Nabi Ibrahim tidak menganut kepercayaan orang-orang musyrikin (dualisme), yaitu orang-orang kafir Quraisy dan suku Arab lainnya, yang menganggap diri mereka mengikuti sunnah Nabi Ibrahim.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim itu adalah orang yang dimuliakan oleh segala pihak, baik orang-orang Yahudi, Nasrani ataupun orang-orang musyrikin. Akan tetapi sayang pendapat mereka tidak benar, karena Nabi Ibrahim itu tidak berpola kehidupan seperti pola mereka. Beliau adalah orang muslim yang ikhlas kepada Allah, sedikitpun tidak pernah mempersekutukan ajaran-ajaran Nya.

2 komentar:

  1. Alhamdulillah..sy kalau merenung sendiri..kmudian darah sy mendidih, krn bodohnya kita kita ini bgaimana bisa kita di pelintir menuju ke kehidupan neraka, system penataan yg bgitu agung di geser ke arah penataan Nar..kita kita ini punya otak akan tetapi tdk dipakai...Alquran jelas2 buat pedoman hidup yg ada dipersefsikan buat pedoman yg mati..Muslim laksana satu jasad yg ada jadi "ibarat kerakap tumbuh di batu" hidup segan mati tak mau..beribadah hanya unt nanti mati..wahai pembimbingku "aku tahu aku tak bisa berjalan sendirian dan aku bersumpah demi hidup dan matiku unt tetap berpegang teguh ke dalam Ilmu Mu yg Agung "Allahu Akbar")

    BalasHapus
  2. Sholat
    Dalam Nakhwiyyah, yaitu teori bentuk kalimat, يصلّون ini masuk pada kategori KALIMAT KATA KERJA, yaitu kalimat yang dibentuk dari kata kerja.

    Dalam kalimat kalimat kata kerja, kata perkata dipilah pilah kedudukannya menjadi:

    S = Subjek = pelaku kerja
    P = Predikat = Keterangan Kerja = kerja dari pelaku
    O = Objek (bila ada) = sasaran kerja pelaku

    jadi, dari sudut bentuk kalimatnya, يصلّون terdiri dari:

    (هُمۡ) = subjek tersembunyi
    يُصَلُّونَ = Keterangan Kerja
    علی النَّبِيّ = Objek

    nah, ini merupakan kalimat sempurna.

    mereka = S
    bershalawat = P
    untuk nabi = O

    Siapa yang bershalawat?
    jawab: Mereka

    Apa kerja dari mereka?
    jawab: bershalawat

    jadi

    Kepada siapa mereka bershalawat?
    jawab: nabi

    Jadi يصلّون علی النّبي ini merupakan kalimat sempurna.

    namun bila kita teliti lebih dalam, sebagai dampak dari pola tambahan فَعَّلَ yang salah satu fungsinya adalah membentuk kata kerja tidak berobjek menjadi kata kerja berobjek. Artinya perkataan يصلّون di dalamnya sudah terkandung objek. Objeknya adalah akar katanya. akar kata يصلّون sudah kita bahas, adalah صلاۃ atau صلوات. inilah yang menjadi objek pertamanya yg tersembunyi, dan علی النّبي menjadi objek keduanya.

    maka berdasarkan tinjauan Nakhwiyyah, kalimatnya menjadi begini:

    (هُمۡ) يصلّون (صلواۃ) علی (صلوات) النّبيّ

    yang dalam kurung adalah perkataan yang tersembunyi (mahduf). yg mahduf ini dihadirkan agar kita bisa sempurna mengalih bahasakan.

    dengan demikian, struktur kalimatnya menjadi:

    (هُمۡ) = S
    يصلّون = P
    (صلواۃ)= O1
    علی (صلوات) النّبيّ= O2

    Dengan demikian, setelah diurai seperti ini, maka kalimat ini bisa kita alihbahasakan menjadi:

    *mereka menyenandungkan satu harapan atas harapan nabi*

    mereka = S
    menyenandungkan = P
    satu harapan = O1
    atas harapan nabi = O2

    dg redaksi lain:

    *mereka menyenandungkan satu shalawat atas Shalawat nabi*

    Melihat kepada rangkaian ayat seluruhnya, maka yang dimaksud mereka itu adalah Allah beserta para MalaikatNYA, menyenandungkan satu harapan atas harapan nabi (=menjawab harapan nabi). wahai yang beriman, bersenandung haraplah kalian sepertihalnya nabi berharap, yaitu tatalah hidup kalian dengan Islam, satu satunya sistem kehidupan tiada tara.

    itulah makna yang terkandung dalam terjemahan departemen agama kita diatas.

    mari kita tafsirkan menurut ilmu tafsir, yaitu menafsirkan ayat Quran dengan merujuk kepada cara kerja NUURUN, SUURATUN, AAYATUN, dan ALHAQQ (belum bisa dibahas skrg, dibahas kelak sesuai jenjang pendidikannya)

    Dari Ilmu Tafsir itu didapat Rambu2 supaya tidak salah menafsir.

    1. Setiap ada kata Allah dalam alQuran, itu tidak bisa dipisahkan dengan ilmuNYA

    2. Setiap ayat memiliki bentuk berfikir yang saling bertolak belakang seperti cahaya terang yang selalu berpasangan dengan bayangannya

    3. Harus disadari bahwa setiap ayat alQuran itu dari Allah untuk kehidupan manusia agar manusia menanggapinya dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata yang selaras dengan alam semesta yang memiliki kepatuhan tiada tara

    4. Harus difahami bahwa susunan ayat yg ada dalam alQuran, semuanya sudah berada dalam jalinan sistem yang saling kait mengkait.

    5. Susunan ayat dalam alQuran memenuhi nilai analitis yaitu memilah mana gagasan dan mana pembuktian, dan selalu pembuktian itu pas dengan gagasannya

    berdasar rambu2 ini maka, menjadi metode tafsir..

    Itu penjelasan ayat
    ان الله و ملاءكته يصلون على النبى...

    BalasHapus