Menyangkut bumi tempat tinggal kita saat ini, Allah telah mengaturnya
sedemikian rupa. Desain apik dari Sang Pencipta itu meliputi udara,
hidrologi air, sampai tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Dalam
al-Qur’an telah digambarkan bagaimana Allah mengatur keseimbangan alam
dengan porsi yang tepat; mengatur antara siang dan malam, membagi-bagi
curahan hujan secara teratur, mengarahkan angin secara teratur, mengatur
setiap planet dalam garis edarnya. Pada akhirnya, bumi betul-betul
menjadi lingkungan yang paling siap untuk menerima kehidupan. Semua
makhluk hidup di atasnya dapat menjalankan kehidupan dengan baik dan
aman.
Semua itu mestinya harus dipahami sebagai nikmat
yang harus disyukuri dan dijaga kelestariannya. Sebab, ketika nikmat
diingkari, maka azab Allah yang akan datang (QS Ibrahim [14]:07). Hanya saja, untuk saat ini, bumi yang telah memberikan jasa kehidupan itu telah dirusak, sehingga menjadi ancaman serius bagi kehidupan di atasnya.
Hutan ditebangi sehingga gunung-gunung tak mampu menampung air hujan,
tidak memiliki daya untuk menahan curah hujan dan membuat mata air.
Akibatnya, longsor pun terjadi dan saat kemarau, mata air terputus,
dunia dilanda kekeringan. Karbondioksida yang mengambang di langit terus
membekap bumi sehingga cuaca semakin tak teratur akibat pemanasan
global.
Untuk beberapa tahun terakhir, hati kita dibikin
ciut oleh berbagai macam bencana alam yang mengerikan. Gempa bumi,
banjir, tsunami, sampai tanah longsor. Deretan bencana itu bagaikan
episode tak putus-putus, membentuk jalinan babak prahara tanpa henti.
Tahun 2004, dunia dikejutkan dengan gempa yang disusul tsunami. Lebih
dari 230 ribu orang tewas. Lalu, memasuki tahun 2010, kita kembali
disuguhi beberapa bencana besar. Selasa (12/1/2010) gempa dengan
kekuatan 7 sr mengguncang Haiti. Dan, di negeri kita, bencana masih
terus susul menyusul meski tak sedahsyat tsunami di Aceh. Selasa
(23/2/2010), longsor terjadi di Kampung Dewata, Tenjolaya, Pasirjambu,
Bandung. Lalu, Kamis (11/3/2010) malam terjadi longsor di Kampung
Ciawitali, Sukamekar, Sukanegara, Cianjur. Ini belum menghitung beberapa
banjir di beberapa kota, seperti Jakarta, Surabaya dan lain sebagainya.
Melihat rentetan bencana tersebut, kadang kita bertanya, “mengapa alam kita saat ini demikian rapuh?”
Untuk
sementara waktu, boleh-boleh saja kita melihatnya sebagai sunatullah,
atau kebiasaan Allah dalam mengatur alam ini. Namun, perlu kita
ingat bahwa bencana seringkali diturunkan sebagai akibat dari perilaku
manusia sendiri yang tidak peduli dengan ajaran-Nya. Sebab, konteks ujian
adalah untuk para pengabdi hidup yang menuju kepada ajaran-Nya, berbeda
dengan bencana sebagai bentuk peringatan, apalagi hukuman. Jika melihat
keserakahan manusia dan kemaksiatan yang merajalela, maka sangat
mungkin bencana saat ini lebih mendekati pada teguran atau bahkan
hukuman.
Tentu Allah dengan otomatisasi ILMU-NYA yang sudah dijalankan oleh alam semesta ini (ingat otomatisasi gerak managemen pada suatu perusahaan dan juga pada pemrograman computer), tidak
dengan tiba-tiba memerintahkan bumi melalui Zabaniyah untuk bergoyang
atau tanah untuk longsor, tanpa melalui kaidah ilmiah mekanisme alam. Allah telah menetapkan sistem kerja pada alam raya ini dan mengaturnya sedemikian rupa. Jika ternyata alam begitu mengancam pasti ada yang salah dalam merawatnya, karena alam ini adalah benda yang bisa rusak bila tidak dijaga dengan baik.
QS 13:2. Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat…
QS 31: 10. Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya…
‘Amaddin, TIANG adalah gerak ILMU berdasarkan doktrin individu, gerak ilmu karena ada campur tangan manual suatu jasad/ansih. TANPA TIANG
adalah otomatisasi gerak ILMU, gerak managemen tanpa harus dipantau
oleh ansih lagi. Wabidzalika umirtu nya, gerak langkah perintahnya
adalah ILMU yg dipahami nya, bukan sosok ansih yg menyuruh atau
memerintah. Itulah gerak otomatisasi alam semesta, diharapkan menjadi
gerak otomatisasi kita juga di dalam ber korps membangun penataan
jannah. Shalat adalah TIANG nya Diin, jadi dari hasil shalat lah motor
penggeraknya Diin. https://www.facebook.com/notes/muhajir-isnaini/shalat-media-untuk-mendapatkan-teori-ilmu-ipoleksosbud/751924048193522
(QS 24:41, Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah dengan melalui ILMU-NYA:
kepada otomatisasi ilmu-Nya berbuat sibuk apa yang di langit dan di
bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya (fantasiru fil
ardi). Masing-masing telah mengetahui (cara) shalat dan berbuat
sibuknya, ….). Jika ada satu organisasi Islam masih bergerak berdasarkan
TIANG ansih, maka belum dikatakan ber penataan Islam
yang benar. Maka nya, kenapa Nabi Ibrahim, Nabi Zakariya, dst, sampai
kepada usia uzur, sangat sulit mencetak generasi yang berpenataan Islam, sangat sedikit jumlah awallul muslimin di Qurun Kedua ini (Al Waaqi'ah: 13. Segolongan besar (29 orang pada Qurun Kesatu) dari orang-orang yang terdahulu, 14. dan segolongan kecil
dari orang-orang yang kemudian (para perintis pembangun Qurun Kedua,
jumlahnya bisa separoh dari Qurun Kesatu). Sisa nya adalah sebagai minal
muslimin, cheerleader, afwaja (QS 49:14).
Allah telah
memberi peringatan tegas agar manusia tidak membuat kerusakan di muka
bumi (QS al-Baqarah [2]: 11). Allah juga mengikat manusia sebagai
khalifah-Nya di muka bumi agar menjaga alam ini (QS al-Baqarah [02]:
30). Dalam salah satu Hadis Rasul SAW bersabda, “Bumi ini sangatlah
indah dan terhampar hijau dan katakan bahwa Allah akan meletakkanmu
sebagai khilafah di muka bumi dengan melihat bagaimana kamu bertindak
terhadapnya.” (HR Muslim).
Kenyataannya, bencana yang
terjadi, umumnya merupakan bencana yang bisa diatasi, diantisipasi
kejadian dan resikonya. Banjir dan tanah longsor misalnya, adalah
bencana yang terjadi tidak sepenuhnya karena siklus alam, namun lebih
banyak disebabkan oleh ulah manusia. Banjir dan longsor bisa disebut
sebagai bencana yang “disengaja”. Dengan melakukan penggundulan hutan
dan pembuangan sampah bukan pada tempatnya berarti sama halnya dengan
mengupayakan bencana. Fungsi hutan sebagai penyimpan air terganggu
akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus, sedangkan sungai
yang mendukung pengaliran air ke laut semakin dangkal dan menyempit
karena terus dijejali dengan tumpukan sampah.
Hal ini
masih belum menghitung kebobrokan moral yang telah melanda dunia.
Perbuatan-perbuatan maksiat dianggap biasa, atau bahkan mendapat
pembelaan atas nama kebebasan dan HAM (Hak Asasi Manusia). Agama (baca:
system penataan Islam) hanya dianggap sebagai urusan personal yang tidak
boleh dibawa ke dalam ranah publik. Kenyataan seperti ini sama saja
dengan mengundang azab Allah
Bencana alam dan perilaku
manusia sepertinya memang tidak memiliki hubungan apapun. Tapi jelas,
sejarah menyatakan bahwa bencana seringkali berawal dari perilaku
manusia yang durhaka. Kaum Nabi Nuh musnah oleh banjir bah, kaum Ad dan
Tsamud musnah karena mereka telah mengingkari seruan untuk tidak
dualisme terhadap ajaran Allah.
Dalam beberapa ayat, Allah
telah memberi peringatan tegas dengan menjadikan perilaku umat
terdahulu sebagai bahan pelajaran. “Dan jika Aku hendak membinasakan
suatu negeri, maka Aku perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah
di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
ketentuan-Ku), kemudian Aku hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
(QS al-Isra’ [17]: 16).
Dalam surat yang sama, “Tak ada
suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Aku
membinasakannya sebelum hari kiamat atau Aku azab (penduduknya) dengan
azab yang sangat keras.” (QS al-Isra’ [17]: 58)..
Mengenai
perusakkan yang menyebabkan datangnya siksaan. “Dan janganlah kalian
membuat kerusakan di muka bumi.” (QS al-A’raf [07]: 56).
Ayat
ini adalah puncak peringatan keras (ghâyatut-taqrî’ wat-takhwîf) bahwa
perusakan yang dilakukan terhadap bumi akan berakibat pada kematian
penduduk bumi, terutama manusia sendiri. Sebab, kerusakan pada bumi
dapat mendatangkan kehancuran dan kemusnahan penduduk bumi. Melalui ayat
ini ada peringatan yang ditujukan kepada manusia, “Janganlah kalian menjadi sebab dari kerusakan diri kalian dengan cara membuat kerusakan lingkungan di sekitar kalian.”
Pendek
kata, bumi kita telah rapuh dan kerapuhan itu sudah demikian parah
sehingga mengancam stabilitas dan bahkan eksistensi kehidupan dunia. Melihat
fenomena ini, kita mesti menyadari bahwa aneka bencana yang terjadi
itu, bukan faktor alam saja, tapi juga ditimbulkan oleh kesalahan
manusia. Bencana bukan semata-mata fenomena alam biasa, tapi
lebih dari itu merupakan teguran atau azab dari Allah. Untuk itu,
seharusnya bencana tersebut merupakan bahan renungan untuk muhasabah
(introspeksi diri), mengapa bencana terus terjadi? Akibat
ketidakpedulian manusia terhadap kelestarian alam, atau akibat
kemaksiatan yang begitu merajalela, atau mungkin kedua-duanya?
Apapun, jalan yang mesti kita tempuh adalah tobat massal dan mendekatkan diri kepada ajaran Allah, Alquran.
Alam
tidak dipandang sebagai objek yang harus dikuasai melainkan sebagai
sahabat yang harus dirawat. Sebab, yang diperintahkan oleh Allah,
Alquran, bukan hanya memanfaatkan alam, tetapi juga merawatnya dengan
tidak melakukan eksploitasi tanpa batas atau pemborosan (QS al-Isra’
[17]: 27).
Memperbaiki diri, memperbaiki masyarakat,
memperbaiki bangsa dan memperbaiki antar bangsa dan otomatisasi
memperbaiki alam pula, adalah tugas kita bersama, agar bencana tak
datang susul menyusul.
Artikel terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar